KBEonline.id – “Belum ke Purwakarta kalau belum ke Waduk Jatiluhur.” Itu bahasa lama para pelancong yang biasa main ke Purwakarta.
Jika kamu pernah melintasi jalan tol Cipularang dan memutuskan untuk keluar di Purwakarta, besar kemungkinan kamu akan melihat petunjuk arah ke Waduk Jatiluhur. Bukan hanya sekadar danau buatan, Waduk Jatiluhur adalah satu dari sedikit bendungan raksasa di Indonesia yang punya cerita panjang.
Mulai dari proyek pembangunan ambisius zaman Presiden Soekarno, sampai menjadi kawasan wisata alam yang ramai dikunjungi warga Jabodetabek dan Bandung.
Baca Juga:Ketika Warung Sedekah Rutin Berbagi dengan Anak Yatim di Telukmungkal, Teungku: Kita Berbagi dan Kita BahagiaIni Dia Peuyeum Bendul, Si Manis Fermentasi Khas Purwakarta yang Melegenda!
Bendungan ini berdiri megah di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, membendung aliran Sungai Citarum dan membentuk genangan air seluas ±83 km² dengan keliling mencapai 150 km.
Letaknya pun strategis sekitar 100 km arah tenggara Jakarta (bisa dicapai melalui tol Jakarta–Cikampek dan Cipularang), 60 km barat laut dari Bandung, dan hanya 7 km dari pusat Kota Purwakarta. Kalau dilihat dari peta, posisinya berada pada koordinat 6°31′ LS dan 107°23′ BT tepat di jantung Jawa Barat.
Waduk ini awalnya dirancang untuk menampung air sebanyak 3 miliar meter kubik. Namun karena sedimentasi selama puluhan tahun, kapasitasnya saat ini tinggal sekitar 2,44 miliar m³ (berdasarkan pengukuran batimetri tahun 2000). Meski begitu, pembangunan Bendungan Saguling dan Cirata di hulu Citarum membantu memperlambat laju sedimentasi ke Jatiluhur.
Yang menarik, fungsi Bendungan Jatiluhur sangat beragam. Bukan hanya sebagai sumber pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 187,5 MW, tetapi juga untuk irigasi pertanian seluas 242.000 hektar, pasokan air bersih ke rumah tangga dan industri, pengendali banjir di Karawang dan Bekasi, serta penggelontoran kota.
Bahkan airnya digunakan untuk mendukung budidaya perikanan air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat seluas 20.000 hektar.
Tak hanya fungsi teknis, bendungan ini menyimpan sejarah penting bangsa. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 1957 dengan peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno. Ia secara pribadi mengawasi proyek ini dan bahkan melakukan kunjungan terakhir ke lokasi pada 19 September 1965, hanya sebelas hari sebelum pecahnya peristiwa G30S/PKI. Dalam kunjungan itu, ia juga memimpin Sidang Kabinet Dwikora di area bendungan.