Pembangunan Waduk Jatiluhur menelan biaya sekitar USD 230 juta, gabungan dari mata uang dolar dan rupiah. Dan pada 26 Agustus 1967, bendungan ini diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dalam memperjuangkan pendanaannya di tingkat nasional maupun internasional, nama resmi bendungan ini pun diabadikan sebagai Bendungan Ir. H. Djuanda.
Ir. H. Djuanda bukan sosok biasa. Ia adalah Perdana Menteri terakhir Indonesia (1957–1959), alumnus Technische Hoogeschool (sekarang ITB), dan pernah menjabat berbagai posisi strategis, seperti Menteri Perhubungan, Kemakmuran, Keuangan, bahkan Pertahanan.
Baca Juga:Ketika Warung Sedekah Rutin Berbagi dengan Anak Yatim di Telukmungkal, Teungku: Kita Berbagi dan Kita BahagiaIni Dia Peuyeum Bendul, Si Manis Fermentasi Khas Purwakarta yang Melegenda!
Bersama Ir. Sedijatmo, ia memperjuangkan agar proyek Jatiluhur mendapat dukungan penuh pemerintah dan dunia internasional. Tanpa mereka, proyek ini mungkin tak pernah selesai.
Namun di balik kisah pembangunan yang sarat sejarah, Waduk Jatiluhur juga menyimpan cerita rakyat yang melekat erat: legenda Mbah Jawer. Konon, bendungan ini dijaga oleh makhluk penunggu gaib bernama Mbah Jawer yang dipercaya bisa “menelan” korban yang ceroboh atau melanggar pantangan tertentu. Mitos ini berkembang sejak awal pembangunan, saat banyak pekerja mengalami kecelakaan misterius.
Meski terdengar mistis, kepercayaan terhadap Mbah Jawer justru menjadi semacam ‘pengingat’ bagi warga dan wisatawan agar menjaga sikap dan keselamatan di area bendungan. Tak sedikit pengunjung yang bahkan meletakkan bunga atau sesajen kecil sebagai bentuk penghormatan, meskipun hanya sekadar simbolis.
Hari ini, Waduk Jatiluhur tak hanya menjadi tulang punggung pengairan dan listrik, tapi juga menjadi oase wisata alam di tengah pesatnya industrialisasi Jawa Barat. Aktivitas seperti memancing, berperahu, berkemah, hingga bersantai di tepi danau jadi daya tarik tersendiri. Kawasan wisata sekitar bendungan pun terus dikembangkan dengan fasilitas yang ramah keluarga.
Bagi warga Purwakarta sendiri, Jatiluhur bukan sekadar infrastruktur negara. Ia adalah bagian dari identitas lokal serta tempat yang jadi saksi sejarah nasional, sekaligus tempat melepas penat dan menikmati senja yang memantul di permukaan air tenang. Tak heran jika banyak pelancong yang bilang, “Belum ke Purwakarta kalau belum ke Waduk Jatiluhur.”