Tak Laku di Indonesia? Ini Alasan Pemain Korea Tak Dilirik Klub Super League

Tak Laku di Indonesia? Ini Alasan Pemain Korea Tak Dilirik Klub Super League
Tak Laku di Indonesia? Ini Alasan Pemain Korea Tak Dilirik Klub Super League
0 Komentar

kbeonline.id – Dominasi Pedalam BRI Super League 2025-2026 kian mengerucut pada sejumlah negara tertentu. Namun berbeda halnya dengan pemain asal Korea Selatan, yang justru mengalami penurunan tajam dalam jumlah keikutsertaan musim ini.

Hingga 2 Agustus 2025, hanya satu pemain Korea Selatan tercatat akan berlaga di Super League, yaitu Bae Sin Yeong yang memperkuat Persita Tangerang sejak 2021. Jumlah ini menjadi yang paling rendah dalam lima musim terakhir, bahkan lebih rendah dibanding 2024-2025 yang menghadirkan lima pemain Korea Selatan.

Penurunan minat terhadap pemain Korea bukan hal yang tiba-tiba. Dalam beberapa musim terakhir, kontribusi minim dari para pemain asal Negeri Ginseng disebut menjadi alasan utama.

Baca Juga:Super League Belum Bergulir, Persija Jakarta Sudah Kehilangan Dua Pemain KunciProfil Klub Super League 2025-2026: PSIM Yogyakarta – Kebangkitan Sang Laskar Mataram

Banyak klub merasa pemain Korea kurang memberi dampak langsung terhadap performa tim, tidak seperti pemain Jepang atau bahkan Eropa Barat yang menunjukkan efektivitas sejak awal musim.

Bahkan, klub-klub yang sebelumnya rajin merekrut pemain Korea Selatan seperti Arema FC, Madura United, atau Persikabo 1973, kini memilih jalan berbeda dengan mengandalkan pemain dari Eropa Timur, Amerika Latin, hingga Afrika.

Faktor agen pemain juga memainkan peran penting dalam menurunnya dominasi Korea. Dalam beberapa kasus, kualitas pemain yang ditawarkan tidak sebanding dengan ekspektasi klub. Beberapa transfer dinilai gagal total, baik karena adaptasi lambat, performa menurun, atau masalah komunikasi.

Salah satu kendala utama yang masih terus terjadi adalah bahasa. Banyak pemain asal Korea Selatan tidak fasih berbahasa Inggris, sementara sebagian besar pelatih asing di Super League menggunakan bahasa Inggris sebagai medium komunikasi utama. Ini memicu hambatan dalam penerapan taktik, instruksi teknis, hingga koordinasi di lapangan.

“Meski ada ‘bahasa sepak bola’, realitanya pelatih ingin komunikasi yang lebih cair. Kalau terlalu banyak hambatan komunikasi, tim sulit berkembang,” ujar salah satu pelatih asing di Super League yang enggan disebutkan namanya.

Penurunan ini tentu disayangkan, mengingat sejarah panjang pemain Korea Selatan di Liga Indonesia yang pernah begitu dihormati. Nama seperti Yoo Jae Hoon, Oh In Kyun, dan Kim Sang Min pernah mencuri perhatian dan membawa klubnya berjaya.

0 Komentar