Monumen Rawagede Karawang, Jejak Kelam Pembantaian Rakyat Sipil oleh Tentara Belanda

Rawagede
Peristiwa Rawagede. Ist
0 Komentar

‎‎KBEonline.id- Kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta menjadikan Indonesia terbebas dari ancaman.

Justru, masa awal kemerdekaan menjadi awal dari rangkaian konflik berdarah, salah satunya yang terjadi di sebuah dusun kecil bernama Rawagede.‎‎Rawagede adalah sebuah dusun terpencil di Kabupaten Karawang, berbatasan langsung dengan wilayah Bekasi.

Seperti banyak tempat lain di Jawa Barat saat itu, Rawagede menjadi lokasi yang dianggap strategis oleh pejuang Republik Indonesia.

Baca Juga:Serangan Persib Makin Determinan, Begini Alasan Bojan HodakDukung Netralitas Karbon, AHM Tanam Puluhan Ribu Mangrove di Pesisir Tirtajaya

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I pada pertengahan 1947, pasukan mereka memburu para pejuang dari Divisi Siliwangi yang aktif bergerilya di wilayah pedesaan.

Menurut kesaksian masyarakat setempat, salah satu tokoh perlawanan yang diyakini berada di daerah tersebut adalah Lukas Kustaryo, seorang pemimpin gerilya yang dikenal cerdik dan sulit ditangkap.

Rawagede pun menjadi titik pertahanan para pejuang dalam melawan upaya Belanda untuk merebut kembali wilayah Indonesia.‎‎

Pada tanggal 9 Desember 1947, pasukan Belanda di bawah komando Mayor Alphons Wijnen memasuki Rawagede dengan tujuan mencari pejuang Republik yang mereka anggap bersembunyi di sana.

Kedatangan mereka menimbulkan kecemasan besar di kalangan warga. Warga laki-laki, mulai dari remaja hingga dewasa, dipaksa berkumpul di tengah lapangan.

Mereka diinterogasi satu per satu di bawah todongan senjata. Namun tak satu pun dari mereka mengungkapkan keberadaan para pejuang.‎‎Kemarahan pasukan Belanda pun memuncak.

Tanpa ampun, mereka menembaki para warga yang telah dikumpulkan. Pembantaian berlangsung secara membabi buta.

Baca Juga:Biaya Kuliah Makin Mahal, Yuk Ikuti Beasiswa Cendikia BAZNAS, Begini SyaratnyaKemarau Tak Menentu, Batuk Akibat Bediding Makin Merebak, Komix Herbal Ajak Gen Z Cegah dengan Ngedance

Tak berhenti sampai di situ, rumah-rumah warga yang menunjukkan tanda-tanda keberpihakan pada Republik ikut dibakar habis.‎‎Sebanyak 431 jiwa melayang dalam tragedi berdarah itu.

Keesokan harinya, setelah keadaan mulai mereda, para perempuan yang selamat dengan perlengkapan seadanya dan hati yang hancur berkeliling menyusuri dusun, mengangkat jasad-jasad yang berserakan di sudut-sudut desa.

Peristiwa itu tidak hanya menggores sejarah, tetapi juga meninggalkan luka mendalam yang terus hidup dalam ingatan mereka.‎‎

Peristiwa Rawagede bukan sekadar episode kelam dalam sejarah kolonialisme, tetapi menjadi pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia dibayar dengan darah dan air mata.

0 Komentar