Dalam penanganan lebih lanjut, Kak Seto mengajak para kepala sekolah, guru, dan komite sekolah untuk ikut ambil bagian dalam pengawasan aktivitas digital anak. Pengawasan tersebut bisa dilakukan melalui edukasi digital di sekolah, sosialisasi ke orang tua, hingga pembentukan sistem pemantauan berbasis komunitas.
Meski mengakui bahwa Roblox memiliki sisi positif seperti mendorong kreativitas dan motivasi, Kak Seto menekankan bahwa manfaat tersebut hanya bisa didapatkan jika ada pengawasan aktif dari orang tua. Tanpa pengawasan yang memadai, justru aspek negatif yang lebih dominan muncul, dan inilah yang perlu diantisipasi bersama.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti secara terbuka melarang anak-anak SD untuk bermain Roblox. Ia menilai bahwa usia sekolah dasar belum memiliki kematangan kognitif untuk membedakan realitas dan dunia fiksi. Ketidakmampuan ini dapat menyebabkan anak meniru aksi kekerasan yang ditampilkan dalam permainan dan menerapkannya di kehidupan nyata.
Baca Juga:Hati-Hati! Riwayat ChatGPT Ternyata Bisa Muncul di Hasil Pencarian GoogleSilent Hill f Punya Durasi 12 Jam, Pendek Tapi Bikin Merinding!
Mu’ti juga menyoroti peran penting orang tua dalam membatasi akses digital anak sejak dini. Ia menegaskan bahwa kontrol penggunaan gawai dan pemantauan terhadap konten digital menjadi tanggung jawab utama keluarga untuk menjaga anak dari risiko yang tidak diinginkan.
(*)