KBEonline.id – Film animasi terbaru bertajuk Merah Putih One for All resmi dirilis menjelang perayaan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia. Mengangkat kisah delapan anak dari latar belakang budaya yang berbeda, film ini menyajikan petualangan dalam mencari bendera pusaka demi keberlangsungan upacara 17 Agustus. Sejak awal, Merah Putih One for All diposisikan sebagai bentuk apresiasi terhadap semangat nasionalisme dan keberagaman budaya Nusantara.
Namun, alih-alih menuai respons positif, film garapan studio Perfiki Kreasindo justru mendapat gelombang kritik dari publik. Setelah cuplikannya beredar luas di media sosial, warganet ramai-ramai mempertanyakan kualitas produksi film tersebut, mulai dari aspek visual, animasi, hingga kualitas pengisian suara.
Sejumlah pengguna platform digital menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kualitas grafis yang dianggap ketinggalan zaman. Desain karakter dinilai kaku, animasi tampak datar, dan transisi visual tidak halus. Tak sedikit pula yang menilai film ini dikerjakan terburu-buru untuk mengejar momentum perayaan Hari Kemerdekaan.
Baca Juga:Microsoft Ungkap Masa Depan Windows: Serba AI!FromSoftware Diam-diam Garap Anime Sekiro? Fans Temukan Sinyal Kuat!
Kritik tak berhenti pada visual semata. Beberapa warganet mengklaim bahwa pengisi suara terdengar tidak natural, bahkan memunculkan spekulasi bahwa sebagian suara dihasilkan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Dugaan ini semakin memperkuat opini bahwa film ini kurang matang dalam proses produksinya.
Di sisi lain, publik membandingkan Merah Putih One for All dengan film animasi lokal berjudul Jumbo, yang baru-baru ini mencetak rekor sebagai film animasi Indonesia terlaris sepanjang masa. Jumbo berhasil menggaet lebih dari satu juta penonton hanya dalam hitungan hari. Film tersebut mendapat apresiasi luas karena animasi berkualitas tinggi dan cerita yang dikemas secara menarik. Lebih dari 400 kreator terlibat dalam proses produksinya yang berlangsung selama lima tahun, menghasilkan karya yang mampu bersaing di tingkat internasional dan tayang di 17 negara.
Perbandingan ini memperlihatkan bahwa ekspektasi penonton Indonesia terhadap film animasi lokal kini semakin tinggi. Keberhasilan Jumbo menjadi tolak ukur baru dalam industri animasi Tanah Air. Masyarakat tak lagi hanya melihat pada pesan moral atau tema nasionalisme, tetapi juga pada kualitas teknis dan keseriusan dalam produksi.