Mengapa Angka Zakat Mal Masih Rendah? Ternyata Ini Penyebabnya

Zakat
Ilustrasi
0 Komentar

Literasi terkait zakat mal, misalnya, belum menumbuhkan kesadaran bahwa investasi (apapun instrumen investasinya), harta simpanan, keuntungan perdagangan, merupakan bagian dari kewajiban umat Muslim yang memenuhi syarat zakat.

Jika literasi zakat mal dan penghasilan ini dapat ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin potensi zakat nasional sebesar Rp 327 triliun itu dapat terealisasi dalam satu dekade ke depan dengan BAZNAS menjadi panglimanya.

Zakat Mal Masih Minim

Berdasarkan survei yang dilakukan Inventure, responden yang membayar zakat fitrah sebesar 74 persen, infak sebesar 49 persen, sedekah sebesar 46 persen, sedangkan yang membayar zakat mal hanya 12 persen. Artinya, hanya segelintir orang yang menunaikan zakat mal-nya.

Baca Juga:Saat Bung Karno Menangis Pilu Kala Tandatangan SK Hukuman Mati Kartosuwiryo, Teman Berdebat dan Satu KosLomba Lari 5 dan 10 Km Guardian Run 2025 Siap Digelar, Ayo Bergerak Aktif dan Tampil Percaya Diri

Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja formal di Indonesia mencapai 59,19 juta orang atau sekitar 40 persen lebih dari jumlah populasi.

Apabila 80 persennya merupakan umat Muslim yang diwajibkan mengeluarkan zakat penghasilan, maka perolehan zakat inklusif akan lebih optimal.

Adapun pengusaha menengah dan UMKM yang jumlahnya 66 juta unit usaha pada 2025 sebagaimana dirilis Kementerian UMKM, dapat berkontribusi signifikan pada perolehan zakat nasional.

Lagi-lagi syaratnya, literasi inklusi zakat harus menyentuh kalangan-kalangan tersebut. Tanpa kesadaran dan pemahaman yang kuat terkait inklusi zakat, kalangan-kalangan potensial ini sulit untuk menyisihkan zakatnya.

Rendahnya realisasi zakat mal dan penghasilan ini merupakan bukti bahwa literasi inklusi zakat masih rendah di Indonesia.

Edukasi dan literasi zakat yang inklusif harus diupayakan dengan seksama guna mengakselerasi pertumbuhan perolehan zakat nasional.

Literasi dan edukasi inklusi zakat juga harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Jangan sampai gaung literasi inklusi zakat hanya berhenti pada gerakan menumbuhkan kesadaran zakat inklusif, namun gagal mengajak masyarakat untuk menunaikan kewajiban zakat yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca Juga:Tarian Pencegah Batuk, Komix Herbal Ajak Gen Z Siap Hadapi Musim Batuk dengan Cara yang FunRasakan Sensasi Artjog, Event Tahunan yang Selalu Ditunggu Wisatawan saat Berkunjung ke Jogja

Apalagi, jangan sampai literasi zakat hanya dimasifkan pada waktu tertentu seperti Ramadhan saja.

Literasi inklusi zakat harus dilakukan dengan masif, berkelanjutan, dan strategis. BAZNAS sebagai penggerak literasi inklusi zakat pun harus secara aktif melakukan riset informasi dan komunikasi guna menciptakan literasi yang tepat sasaran.

Inklusi zakat harus terasa dekat dengan umat Muslim, sehingga tanpa melakukannya maka umat merasa sedang melewatkan suatu hal yang krusial. Indonesia harus sampai pada tahapan ini, caranya adalah dengan tidak abai terhadap proses literasi.

0 Komentar