Meski pun karena jabatannya di bidang pengadilan tidak mengizinkan Beliau terjun ke dunia partai politik, namun minatnya untuk itu tidak padam.
Ia memberi dukungan penuh terhadap pergerakan, antara lain dengan menyediakan rumahnya untuk dijadikan rapat-rapat para tokoh politik nasional. Dengan cara itu, para tokoh pergerakan terbebas dari pengawasan mata-mata Belanda.
Atas jasa-jasa dan dukungan moralnya, Beliau diangkat sebagai Anggota Kehormatan Partai Muslim Indonesia tatkala bertugas di Padang.
Baca Juga:Malam Ini Persib vs Manila, Bojan Hodak: Jangan Buat Kesalahan Sedikit PunSinergi Garbatera di Balongan: Cegah DBD dan Upaya Tingkatkan Gizi Balita
Sampai berakhirnya pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Beliau merupakan satu-satunya orang Indonesia yang menjadi anggota Raad van Justitie di Semarang. Kariernya tak berhenti sampai di situ.
Bahkan ketika pemerintahan berganti dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda ke Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang, Beliau tetap eksis sebagai pejabat pengadilan.Pada tahun 1942, Beliau menjabat sebagai Ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang.
Pada tahun 1944 Beliau juga diangkat sebagai Kepala Kehakiman Daerah Jawa Tengah atau Kepala Pengadilan Tinggi Semarang merangkap sebagai Kepala Pengadilan Negeri Semarang.
Lembaga Kehakiman itu tetap menjadi wahana pengabdiannya setelah Indonesia merdeka.Beliau menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada tanggal 29 April 1945.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan janji Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Beliau sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang Pertama.
Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia,
Baca Juga:Demo Besar-besaran Turunkan Bupati Pati Hari Ini, Sekolah Diliburkan, Polisi Siaga PenuhDicurigai Jadi TKI Ilegal, Kantor Imigrasi Karawang Tolak Ratusan Pemohon Paspor
Beliau tetap menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.Beliau juga pernah mengadili apa yang disebut peristiwa 03 Juli 1947. Dalam perundingan Perjanjian Linggarjati dan Konferensi Meja Bundar (KMB), Beliau diangkat sebagai penasehat delegasi Republik Indonesia.
Beliau pernah dibujuk Belanda untuk menjadi Wali Negara Pasundan pada tahun 1947 dan ditawari pula untuk menjadi Ketua Mahkamah Agung ciptaan Belanda. Kedua tawaran itu ditolaknya dengan tegas. Pembentuk Mahkamah Agung Republik Indonesia pada awal revolusi ini kemudian diangkat dengan jabatan sebagai Ketua Mahkamah Agung yang tetap dipegangnya pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) sampai terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).