Namun, pada 28 Juli 2025, Ujang mengaku terkejut saat menerima surat panggilan dari Bareskrim Mabes Polri.
Ia bersama Kepala Desa Tamansari ditetapkan sebagai terlapor. Ujang sudah memenuhi panggilan pada 30 Juli, sementara kepala desa hadir pada 4 Agustus.
“Secara psikologis, keluarga saya terpukul. Kami kini didampingi empat LBH yang tergabung dalam Tim Advokasi Karawang Selatan,” ujarnya.
Baca Juga:Rahasia Kulit Sehat dan Cantik di Erha Skin Galuh Mas Karawang, Kamu Harus Coba!Roti dan Kue Hits di Galuh Mas Karawang, Garmelia Bakery Galuh Mas Gak Pernah Bikin Kecewa!
Tokoh masyarakat Karawang Selatan, Ade Witarsa, menilai laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan lingkungan. Menurutnya, Karawang Selatan memiliki ekosistem dan nilai sejarah yang sangat penting.
“Kawasan ini bukan hanya batu kapur. Ada situs-situs bersejarah yang menjadi identitas warga Karawang. Jika dirusak, akan menimbulkan kerusakan ekologis besar. Karsel itu pakunya alam Karawang,” ucapnya.
Ade juga menyoroti dampak lain dari pertambangan, yakni ancaman kekeringan yang sudah dirasakan warga.
“Cadangan air semakin menipis karena alih fungsi lahan. Jika ditambah dengan pertambangan, kita akan menghadapi krisis serius,” katanya.
Tim Advokasi Karawang Selatan (Takarst), Dadi Mulyadi, menegaskan bahwa kasus hukum yang menjerat Ujang adalah bentuk pembungkaman terhadap gerakan rakyat.
“Pejuang lingkungan tidak boleh dipidanakan. Ini jelas kriminalisasi yang bertentangan dengan prinsip negara hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia,” ujar perwakilan Takarst.
Takarst menuntut pemerintah daerah dan pusat tegas menolak izin atau operasional pertambangan PT Mas Putih Belitung dan PT Jui Shin Indonesia, demi menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan warga.
Baca Juga:Cobain Deh, Bebek Bakar & Goreng di Bebek Om Aris di Galuh Mas Karawang, Pasti Ketagihan!Jalan Poros Antar Desa Cicinde Utara Rampung Diperbaiki, Warga Tak Lagi Terjebak Lumpur Saat Musim Hujan
Mereka juga mendesak aparat menghentikan seluruh proses hukum yang bermuatan kriminalisasi terhadap masyarakat.
Selain itu, Takarst berkomitmen melanjutkan perjuangan hukum bersama masyarakat, mahasiswa, pemuda, LSM, akademisi, dan semua pihak yang peduli lingkungan.
“Kami akan mengawal sampai rencana tambang dibatalkan dan hak masyarakat dipulihkan sepenuhnya,” tegas mereka.
Bagi Takarst, persoalan tambang di Karawang Selatan bukan hanya soal penggalian bebatuan, tetapi ancaman serius terhadap keberlanjutan lingkungan, budaya, dan identitas masyarakat setempat.
“Satu orang dikriminalisasi, akan tumbuh seribu yang melawan,” pungkas Dadi. (Aufa)