Dari tragedi itu, lahirlah Hero Green. Hijau yang biasanya menggambarkan harapan dan kehidupan, kini menjadi simbol kekuatan yang tumbuh dari luka. Hero Green adalah bentuk solidaritas masyarakat yang menolak melupakan korban, sekaligus menegaskan bahwa suara rakyat bisa lahir dari penderitaan paling mendalam.
Mengapa Fenomena Ini Cepat Viral?
Ada beberapa alasan mengapa gerakan tiga warna ini bisa begitu cepat mendominasi media sosial. Pertama, kekuatan simbolisme yang melekat pada setiap warna membuatnya mudah dipahami dan menyentuh emosi publik.
Kedua, partisipasi dalam gerakan ini sangat sederhana. Cukup dengan mengganti foto profil atau menggunakan generator warna, siapa pun bisa ikut serta tanpa hambatan teknis.
Baca Juga:1.325 Warga dari 45 PKBM Akan Dapat Pendidikan Vokasi, Bupati Karawang Aep Syaepuloh Gelontorkan Dana Rp4,89 MTak Perlu Jauh-Jauh, RM Payakumbuah Kini Hadir di Karawang, Kamu Harus Coba Dendeng Balado yang Best Seller
Selain itu, gerakan ini dianggap sebagai bentuk protes damai. Tidak semua orang bisa turun ke jalan menghadapi risiko demonstrasi, namun ruang digital memberikan alternatif. Dengan menyebarkan warna-warna ini, masyarakat dapat menyuarakan aspirasi tanpa harus menggunakan kata-kata yang berpotensi memicu represi.
Fenomena ini mengingatkan pada gerakan internasional seperti Milk Tea Alliance atau penggunaan simbol semangka untuk Palestina. Semua menunjukkan bahwa solidaritas digital bisa melampaui batas geografis dan menembus dinding sensor.
Makna di Balik Tiga Warna
Resistance Blue adalah suara penolakan terhadap kesewenang-wenangan pemerintah.Brave Pink menggambarkan keberanian seorang warga sipil menghadapi barikade aparat.Hero Green menjadi simbol solidaritas yang tumbuh dari luka dan harapan akan keadilan serta penghormatan kepada korban yang gugur demi aspirasi rakyat.
Tiga warna ini tidak sekadar tren media sosial. Hal ini menjadi pengingat bahwa di tengah keterbatasan, masyarakat masih menemukan cara untuk menyuarakan kebenaran.
Gerakan ini lahir dari pengalaman nyata, dibawa ke ruang digital, lalu menjelma menjadi simbol solidaritas kolektif yang terus menggema. (L. Fidini Rizqi)