SAYA lahir dan besar di Tangkolak, sebuah dusun pesisir di Desa Sukakerta, Cilamaya Wetan, Karawang. Bagi warga Tangkolak, laut bukan sekadar tempat mencari nafkah, tetapi bagian dari jiwa kami. Ia menjadi guru, sekaligus cermin kehidupan. Sebagai warga Tangkolak juga saya mau berterima kasih kepada jajaran Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Sebab berkat program Otak Jawara (Orang Tua Asuh Karang di Laut Utara Jakarta dan Jawa Barat) terjadi perubahan besar di rumah tempat saya tinggal. Kini di balik laut yang keruh, karang tumbuh, ikan kembali, dan warga belajar menjaga.
Tentang Desa Kami
Desa Sukakerta berdiri sejak 1897. Pendiri yang berjasa membentuk desa ini adalah MUR alias Warni. Sejak kecil saya sering mendengar dongeng sejarah Tangkolak dari almarhum kakek saya, Sarwa Bin Darpan. Kata kakek, Tangkolak awalnya bernama Desa Lobang Buaya, pada 1916 mendapat penghargaan dari Pemerintah Belanda, lalu diganti namanya menjadi Sukakerta yang berarti suka makmur.
Tahun 1980, desa ini dimekarkan menjadi dua: Desa Sukakerta yang kini berada di Kecamatan Cilamaya Wetan, dan Desa Sukajaya di Kecamatan Cilamaya Kulon.
Baca Juga:Pekerja Terlantar, Oknum DPRD Disebut Direksi LPK Penunggak BPJSDPRD Bekasi Harap Pj Sekda Perkuat Komunikasi dan Perencanaan Anggaran
Sebenarnya, Dusun Tangkolak itu sangat kecil. Luas pemukimannya hanya 62 hektare, jauh besar area pesawahan yang membentang hingga 410 hektare, dan bentang lautnya sekitar 4 kilometer. Karena itu, Desa Sukakerta tumbuh sebagai desa agraris-maritim.
Dari 2.521 kepala keluarga yang mendiami desa, sebagian besar adalah petani (50%) dan nelayan (40%), sisanya karyawan (2%) dan wiraswasta (8%). Saya mungkin satu-satunya warga disini yang berprofesi sebagai jurnalis sejak tahun 2017 hingga sekarang.
Sebagai wilayah pesisir yang kumuh, pendapatan warga disini tergolong cukup, rata-rata sekitar Rp 3 juta per bulan, dengan angka kemiskinan 8%.Warga kami terdiri dari etnis Jawa dan Sunda, mayoritas beragama Islam, dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP.
Kehidupan sosial kami erat: gotong royong (gorol), kalagumarang, hingga baritan masih dijalankan. Tradisi nadran laut, pesta syukur nelayan, tetap lestari. Setiap malam 17 Agustus, doa bersama digelar untuk mengenang jasa para kepala desa yang telah mengabdikan hidupnya.
Dongen Laut Tangkolak dari Almarhum Kakek