KBEonline.id – Kalau di daerah lain jengkol dianggap sekadar pelengkap lauk, di Kabupaten Bekasi posisinya bisa disejajarkan dengan daging. Itulah gambaran konsumsi khas masyarakat Bekasi yang setiap pagi terbiasa sarapan nasi uduk atau nasi kuning lengkap dengan sambal jengkol.
Kepala Bidang Pengendalian Barang Pokok dan Penting pada Dinas Perdagangan, Helmi Yenti, menyebut turunnya harga jengkol menjadi kabar baik bagi warga.
“Dulu sempat fenomena hampir Rp100 ribu per kilo, sekarang rata-rata sudah turun ke Rp35 ribu. Alhamdulillah masyarakat Bekasi bisa lega, karena buat mereka jengkol itu sama pentingnya dengan daging,” ujar Helmi Yenti kepada Cikarang Ekspres.
Baca Juga:Antisipasi Potensi Gangguan Kamtibmas, Polres Karawang Tingkatkan Patroli PerairanDapat Saldo DANA Gratis Rp215.000 Langsung ke Akun Dompet Elektornik Kamu Cuman Main Game Ini, Gimana Caranya?
Helmi bahkan mengaku baru saja makan jengkol, sebagai contoh betapa dekatnya komoditas ini dengan keseharian warga. “Kebiasaan orang Bekasi itu pagi-pagi cari nasi uduk atau nasi kuning. Nah, biasanya identik dengan jengkol sambal. Jadi wajar kalau jengkol ini kita awasi ketat, karena permintaannya besar,” katanya.
Selain jengkol, harga kebutuhan pokok lainnya relatif stabil. Inflasi daerah bahkan tercatat minus 0,46 persen. “Minus 0,46 itu artinya stok yang masuk ke pasar lebih banyak daripada kebutuhan masyarakat. Jadi aman,” jelasnya.
Meski begitu, ia mengingatkan agar warga tidak melakukan panic buying, terutama terhadap beras. “Kadang kalau musim ekstrem dari panas ke hujan, masyarakat suka panik, borong beras sampai berkarung-karung. Padahal stok beras aman. Kalau panik begitu justru bisa bikin kelangkaan sendiri,” tegasnya.
Untuk cabai, Helmi menyebut harga keriting mulai merangkak naik meski masih terkendali. “Sudah mulai mendekati normal, walaupun kemarin sempat hancur banget. Yang penting tidak melewati HET,” pungkasnya. (Iky)