KBEonline.id – Mediasi terkait kasus perundungan yang menimpa AAI (16), siswa kelas 10 di SMKN 1 Cikarang Barat, kembali digelar di kantor DPRD Kabupaten Bekasi pada Jumat (19/09/2025).
Mediasi tersebut melibatkan pihak keluarga korban, sekolah SMK Negeri 1Cikarang Barat, Pengawas Sekolah Kantor Cabang Wilayah (KCD) III Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi.
Keluarga korban menegaskan tuntutannya agar para pelaku mendapat sanksi tegas dan pihak sekolah melakukan pembenahan serius.
Baca Juga:Kasus Bullying, Alumni SMKN 1 Cikarang Barat yang Kini Jadi Anggota DPRD Angkat BicaraDaftar Kode Redeem FF Terbaru Hari Ini 19 September 2025, Tukar Biar Dapat Skin Gratis Loh!
“Intinya pihak keluarga minta keadilan, pelaku harus ditindak, dan pihak sekolah harus membenahi semuanya. Dari ruang lingkup sekolah itu, yang terlalu gampang anak bolos. Jadi evaluasi buat mereka juga,” kata Indra Prahasta (41), orang tua korban kepada Cikarang Ekspres usai mediasi di kantor DPRD Kabupaten Bekasi Jumat (19/9).
Ia memastikan proses hukum di kepolisian tetap berjalan. “Untuk proses itu masih tetap berjalan. Dari keluarga ke Komisi 4 juga minta keadilan buat anak, dari kesehatannya sampai pelaku itu ditindak,” tambahnya.
Indra juga menyoroti soal biaya pengobatan. Ia menyebut DPRD menjamin akan membantu proses perawatan korban di fasilitas kesehatan yang lebih dekat. “Dari Dewan itu jamin untuk anak itu nggak harus lagi (berobat) ke kota karena ke kabupaten aja lebih dekat. Nanti akan dibantu prosesnya lah. Untuk pendaftarannya. Untuk biayanya juga akan dibantu,” ujarnya.
Hingga kini, sembilan orang telah diamankan polisi. Keluarga berharap semua pelaku ditindak. “Tanggapan keluarga, dari 14 orang itu semua lah. Semoga cepat selesai kasus ini,” tegasnya.
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi Titin Patimah menyebut pihaknya telah menurunkan tenaga ahli sejak kasus ini viral di media sosial.
“Kasus ini sebenarnya sudah terjadi sejak 2 September, tapi kami baru dapat kabar setelah viral. Kami sudah berkoordinasi dengan tim PPA kecamatan dan satgas desa, juga sudah berkunjung ke keluarga korban,” jelasnya.
DP3A akan memfasilitasi pengobatan korban melalui Dinas Kesehatan dan RSUD. Bila diperlukan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Karena korban mengalami trauma yang harus mendapatkan penanganan psikolog,” tambahnya.