Bullying di SMKN 1 Cikarang Barat: Enam Tersangka, Satu Korban, dan Dilema Diversi

Kasus Bullying di Bekasi.
Pelajar SMKN 1 Cikarang Barat Jadi Korban Bullying Senior, Rahangnya Patah. --KBEonline--
0 Komentar

BEKASI, KBEonline.id – Kasus bullying yang menimpa AAI (16), siswi SMKN 1 Cikarang Barat, membuka kembali persoalan klasik penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Indonesia. Hingga kini, polisi telah menetapkan enam pelajar sebagai tersangka, termasuk satu yang berusia 18 tahun. Namun, seluruhnya tidak ditahan karena masih berstatus pelajar.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi memastikan melakukan pendampingan hukum bagi korban AAI (16) dan empat pelaku bullying yang berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Dalam kasus bullying yang melibatkan empat pelajar (ABH) kelas 12 SMKN 1 Cikarang Barat dan satu orang dewasa ini, DP3A Kabupaten Bekasi akan menyarankan untuk melalui proses Diversi atau penyelesaian kasus diluar proses pidana peradilan.

Baca Juga:Puluhan Orang Korban Penipuan Lowongan Kerja Datangi Polres Karawang Tanyakan Perkembangan LaporanSosok dan Jejak Fredy dalam Pusaran Tambang Karawang Selatan

Kepala UPTD PPA Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi mengatakan hingga saat ini pihak keluarga dari ABH belum meminta pendampingan hukum kepadanya. Namun ia menegaskan bahwa sesuai undang-undang 11 tahun 2012 itu tentang sistem peradilan pidana anak itu terdapat regulasi yang mengatur untuk diversi.

“Itu nanti akan kita sarankan ke kepolisian (diversi), jadi agar itu ditempuh dulu. Tapi kan diversi ini gimana keluarga korban. Kalau keluarga korban berkenan, maka diversi ini bisa dilaksanakan. Kalau keluarga korban tidak berkenan, maka proses hukum harus berlanjut,” ucap Fahrul saat dikonfirmasi Cikarang Ekspres, Senin (22/9).

Menurutnya, mekanisme diversi ini dapat ditempuh ketika masih berada dalam proses pemeriksaan di kepolisian. Apabila gagal di pihak kepolisian, dimana orangtua korban tidak menginginkan ada Diversi lanjut Fahrul, upaya diversi dapat ditempuh di Kejaksaan hingga Pengadilan sebelum adanya vonis terhadap empat ABH tersebut.

“Nanti di kejaksaan ada penawaran lagi untuk diversi. Begitu juga nanti di pengadilan sebelum ada vonis, proses vonis. Hakim sebelum dimulai proses persidangan, akan menawarkan dulu diversi. Diversi atau pendekatan restoratif justice gitu,” tambahnya.

Terkait dengan pendidikan keempat ABH, Fahrul menyampaikan, berdasarkan pengalamannya melakukan pendampingan, ABH tidak dapat ditahan layaknya narapidana di tahanan umum. Biasanya, para ABH dititipkan di Balai Permasyarakatan (Bapas) atau yayasan atau lembaga sosial untuk menjamin hak pendidikannya terpenuhi.

0 Komentar