KARAWANG, KBEonline.id – Anggota DPRD Jawa Barat, Pipik Taufik Ismail angkat bicara di tengah proses penagihan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang terhadap PT Vanesha Sukma Mandiri (VSM) yang kembali mencuat setelah muncul tuduhan bernuansa pemerasan dari pihak pengusaha yang diarahkan narasinya kepada pemerintah daerah.
Pipik menyampaikan kekhawatirannya terhadap aktivitas Kegiatan Teknis Membuka Lahan (KTMP) yang aktivitasnya ada transaksi jual-beli atau aktivitas ekonomi namun lalai membayarkan pajak terhadap pemerintah daerah.
“Dan pemerintah daerah harus menerapkan pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan). Ini termasuk jenis MDL seperti tanah merah, dan itu kena pajak,” tegas Pipik, Kamis (25/9)
Baca Juga:Capaian Sementara Karawang di Popda XIV Jawa Barat 2025, Kantongi 23 Keping MedaliPolisi Beberkan Fakta Tawuran Maut di Cikarang, Satu Tewas Dibacok, Satu Tewas Tabrak Pohon
Ia juga mengingatkan bahwa dari penerimaan pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah kabupaten, terdapat kewajiban untuk membagikan 25 persen kepada pemerintah provinsi (opsen pajak MBLB,red), sebagai bentuk kontribusi nyata dari sektor pertambangan dan pemanfaatan lahan terhadap pendapatan daerah.
“Jangan sampai banyak KTMP dilakukan, tapi negara tidak dapat kontribusi apa-apa karena tidak ada izin dan tidak bayar pajak. Ini harus kita atur dan perketat,” tambahnya.
Sebagai anggota Komisi IV yang juga tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan DPRD Jawa Barat, Pipik menyatakan komitmennya untuk mendorong penguatan regulasi terkait aktivitas ekonomi tersebut. Ia pun mengimbau kepada seluruh perusahaan yang menjalankan aktivitas tersebut agar mematuhi aturan hukum, tidak menjual tanah tanpa izin, serta menjaga ketertiban dan kelestarian lingkungan.
“Ini penting untuk ketertiban, perlindungan lingkungan, serta optimalisasi pendapatan daerah,” tutup Pipik. (Siska)
Sebelumnya, adanya informasi yang mencuat dipublik aktivitas penagihan pajak pemerintah daerah namun dinarasikan sebagai pemerasan, dinilai oleh lembaga Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (PUSTAKA) sebagai tuduhan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan publik.
Direktur PUSTAKA, Dian Suryana, menegaskan penagihan pajak oleh Pemkab Karawang tidak bisa disamakan dengan tindak pemerasan sebagaimana diatur Pasal 368 KUHP.
“Pasal 368 jelas mensyaratkan adanya pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, serta keuntungan pribadi yang melawan hukum. Dalam kasus ini, Pemkab bertindak dalam kerangka kewenangan fiskal, bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi tidak ada dasar hukum menyebutnya pemerasan,” ujarnya, Rabu (24/9).