Bisnis Esports Terancam: Gaji Pemain Melonjak, Pendapatan Tim Tertinggal

Bisnis Esports Terancam: Gaji Pemain Melonjak, Pendapatan Tim Tertinggal
Bisnis Esports Terancam: Gaji Pemain Melonjak, Pendapatan Tim Tertinggal
0 Komentar

KBEOnline.id – Ekosistem esports Indonesia kini menghadapi paradoks besar. Popularitasnya terus melesat, dengan Mobile Legends Professional League (MPL Indonesia) berhasil mencatat jutaan penonton serentak di setiap musimnya. Namun, di balik gemerlap layar, banyak organisasi esports Indonesia kesulitan menjaga keseimbangan finansial.

Ketergantungan pada Sponsor Masih Tinggi

Sumber pendapatan utama klub esports di Indonesia masih bertumpu pada sponsor. Hadiah turnamen memang bisa membantu arus kas, tetapi sifatnya jangka pendek dan tidak cukup menopang biaya tahunan.

Monetisasi dari hak siar, lisensi konten, tiket offline event, hingga merchandise juga masih belum konsisten. Sementara itu, banyak sponsor kini menuntut ROI (Return on Investment) yang lebih jelas, kontrak lebih singkat, dan aktivasi yang benar-benar mendorong konversi pelanggan.

Baca Juga:Resmi Hadir di UK, Facebook & Instagram Tawarkan Langganan Premium Bebas IklanPetit Planet Resmi Jadi Game Baru HoYoverse, Diumumkan di Tokyo Game Show 2025

Biaya Operasional Esports Terus Meningkat

Di banyak organisasi, gaji pemain dan staf kompetitif menyerap 50–70% biaya operasional. Naiknya standar industri esports menambah beban, mulai dari asrama, nutrisi, sport science, hingga psikolog performa.

Pemain papan atas memang bisa menutup sebagian kebutuhan melalui endorsement, streaming, dan hadiah turnamen. Tetapi mayoritas roster tier 1 maupun tier 2 belum merasakan keuntungan serupa. Akibatnya, promosi pemain muda dari akademi menjadi solusi bagi klub untuk menjaga kualitas dengan biaya lebih rendah.

Masalah Utama: Unit Ekonomi yang Tidak Sehat

Tingginya biaya gaji esports tidak seimbang dengan pemasukan yang masih fluktuatif. Penonton digital Indonesia besar, tetapi daya beli rata-rata belum sepenuhnya terkonversi menjadi pembelian merchandise atau tiket.

Liga dengan sistem franchise permanen juga ikut mendorong inflasi gaji pemain, karena ekspektasi performa membuat tim berlomba membeli talenta terbaik. Di tingkat global, beberapa liga sudah mulai menerapkan regulasi finansial seperti salary cap atau luxury tax agar ekosistem lebih berkelanjutan.

Strategi Organisasi Esports Indonesia

Agar bisnis esports bisa lebih stabil, organisasi perlu melakukan beberapa langkah kunci:

  • Tetapkan rasio payroll sehat: total gaji maksimal 50–60% dari pendapatan yang sudah pasti, bukan dari proyeksi optimistis.
  • Kontrak berbasis performa: gaji dasar ditambah bonus untuk prestasi, pencapaian playoff, atau jam siaran konten.
  • Monetisasi komunitas: tawarkan keanggotaan eksklusif, event lokal, dan penjualan digital goods.
  • Bangun akademi pemain: menekan biaya transfer bintang sekaligus menciptakan peluang keuntungan dari jual-beli pemain.
0 Komentar