KBEonline.id– Bupati Karawang, Aep Syaepuloh, menyatakan akan mengawal penuh kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang siswi berinisial SSA (15), warga Kecamatan Kutawaluya.
Kasus ini mencuat setelah korban bersama orang tua, kakak, dan lurah setempat datang langsung ke ruang kerja Bupati Karawang pada Senin (29/9/2025).
Dalam pertemuan itu, keluarga korban menyampaikan keresahan mereka terkait peristiwa yang terjadi di wilayah Rengasdengklok. Aep mengungkapkan bahwa kondisi korban sangat memprihatinkan.
Baca Juga:7 Tahun Tak Ketahuan, Ayah Tiri di Cikarang Ini Tak Berkutik Ketika Diam-diam Korban Merekam KebejatannyaPangulah Utara Kotabaru Juara Desa Wisata Se Jawa Barat, Ini yang Dilakukan Pemdesnya
“Anak ini mentalnya jatuh. Saat ngobrol dengan saya saja terlihat ketakutan,” ucapnya pada Selasa (30/9/2025).
SSA diketahui merupakan santri di sebuah pesantren di Rengasdengklok. Setiap hari ia dijemput oleh seorang sopir berusia sekitar 44 tahun untuk berangkat sekolah. Dari pengakuan korban, kekerasan seksual telah terjadi berulang kali.
“Ternyata sudah empat kali pelecehan terjadi,” kata Aep.
Bupati menjelaskan, korban juga mengalami tekanan dan ancaman dari pelaku. Hal itu membuat korban semakin tertekan.
“Saya tawarkan makanan, baru dia berani menyampaikan ceritanya. Kondisinya benar-benar trauma,” ujar Aep.
Namun, permasalahan yang dihadapi keluarga korban tidak berhenti sampai di situ. Aep menyebut keluarga SSA justru mendapat somasi dari pihak terkait pelaku.
“Ini sangat aneh, korban dilecehkan, tapi keluarganya yang disomasi,” tegasnya.
Menurut penjelasan Aep, somasi tersebut muncul setelah adanya tuduhan bahwa orang tua korban meminta uang Rp300 juta sebagai syarat damai. Namun, ia menilai tuduhan itu tidak disertai bukti.
“Itu hanya perkataan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Bupati juga mengungkap adanya dugaan rekayasa dalam proses somasi.
Baca Juga:Kopi Enak, Harga Pas, Suasana Asik—Ini Dia Enterprise 93 CoffeeStar Eagle Futsal Academy Kunci Posisi Runner-Up Liga AAFI U-10 Karawang 2025
“Kakak pelaku bersama pengacaranya menyuruh perangkat desa memberikan uang Rp1 juta. Uang itu kemudian difoto, dan foto itu dijadikan bukti pemerasan. Padahal keluarga korban tidak pernah merasa melakukan hal itu,” ungkapnya.
Aep menambahkan, kondisi ekonomi keluarga korban sangat sederhana. Ayahnya bekerja sebagai ojek pangkalan di dengklok, sementara ibunya berdagang kecil-kecilan dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
“bisa cek langsung. Rumahnya sederhana, anaknya empat. Tuduhan pemerasan ini tidak masuk akal,” katanya.