KBEonline.id – Di tengah hiruk-pikuk pembangunan kota, Situ Buleud tetap memantulkan bayangan Purwakarta yang lama dan yang kini. Situ Buleud yang juga disebut sebagai Taman Air Mancur Sri Baduga berada Jalan K. K. Singawinata Nomor 73, Kelurahan Nagri Kidul, Kecamatan Purwakarta. Tempat ini memiliki pesona air mancur tersendiri yang berbeda dari wilayah lain. Permukaan airnya yang tenang menyimpan kisah panjang: tentang kolam kerajaan, ruang publik, hingga simbol kota yang tak lekang oleh waktu.
Jejak Masa Lampau
Situ Buleud konon dibangun pada masa Bupati R.A. Suriawinata, salah satu tokoh penting yang menata Purwakarta sebagai pusat pemerintahan baru di abad ke-19. “Buleud” berarti bundar, danau buatan ini memang memiliki bentuk lingkaran nyaris sempurna — dirancang bukan hanya sebagai waduk penampung air, tetapi juga simbol keteraturan dan keseimbangan.
Bagi warga Purwakarta lama, Situ Buleud bukan sekadar tempat menampung hujan. Di sinilah dulu air kehidupan kota bermula: mengairi sawah, memberi napas pada ikan, dan menumbuhkan pohon rindang di sekitarnya. Generasi tua masih mengingat masa ketika anak-anak bermain di tepiannya, atau ketika masyarakat berkumpul untuk acara sedekah bumi dan pesta rakyat.
Baca Juga:HAPMI Karawang Juara Umum Festival Pop Singer Jawa Barat 2025, Kini Bidik Kompetisi Nasional TKD Dipangkas Rp 300 Miliar, Dewan Soroti Langkah Pemkab Purwakarta
Cermin Identitas Kota
Kini, Situ Buleud berdiri di jantung Purwakarta modern. Airnya memantulkan patung Prabu Kian Santang, lambang kejayaan Tatar Sunda yang menegaskan akar sejarah wilayah ini. Setiap pengunjung yang datang, baik siang maupun malam, akan menemukan bahwa tempat ini bukan sekadar ruang rekreasi — tapi juga ruang refleksi tentang asal-usul kota.
Warga lokal menyebutnya “cermin Purwakarta”, sebab apa yang terjadi di kota ini sering kali terlihat dari keadaan danau itu: ketika airnya jernih, kota terasa damai; ketika mengeruh, ada yang perlu dibenahi.
Ruang Hidup yang Berubah
Seiring pembangunan, wajah Situ Buleud mengalami banyak peremajaan. Tepiannya kini dipenuhi taman, jalur pejalan kaki, dan pencahayaan malam yang temaram. Di sisi lain, tantangan baru muncul — bagaimana menjaga kualitas air dan keseimbangan ekologinya di tengah urbanisasi.