“Kita bisa belajar dari komunitas mereka yang sudah sangat mature. Gerakan yang mereka bangun dipimpin oleh leader yang masih muda, sekitar umur 30-an.
Meski begitu, mereka sudah berani mengambil langkah untuk memperjuangkan isu mereka,” kata Momo.
Brazil Punya Kementerian Masyarakat Adat
Diskusi panjang yang berlangsung Agustus lalu itu membuat Momo menemukan banyak kesamaan antara Indonesia dan Amerika Latin, terutama soal masyarakat adat.
Baca Juga:Timnas Indonesia Punya Catatan Buruk Lawan Irak, Tapi Keajaiban Selalu Ada di Lapangan Hijau Lengkap dan Murah! Ini Alasan Pustaka 2000 Jadi Langganan Warga Perumnas Karawang
“Saat ini mereka melawan pemerintah dan perusahaan dalam mempertahankan wilayah adat. Serupa, kan, dengan yang dialami masyarakat adat di Indonesia,” kata Momo.
Bedanya, dilihat dari sektor perkebunan, lawan utama masyarakat adat di Indonesia adalah perkebunan kelapa sawit, sedangkan di Brazil lebih banyak pada perkebunan kedelai, yang hampir tidak pernah ditemukan di Indonesia.
Menariknya, Brazil bahkan sudah memiliki Kementerian Masyarakat Adat, yang membuat pengakuan negara terhadap hak-hak adat relatif lebih kuat dibanding Indonesia.
Kesamaan nasib inilah yang menumbuhkan rasa solidaritas lintas benua: perjuangan masyarakat adat bukan sekadar isu lokal, tetapi isu global yang harus diperjuangkan bersama.
Dari berbagai isu yang muncul, peserta sepakat bahwa pendanaan iklim akan menjadi fokus utama yang didorong di COP 30.
“Aku kaget juga ketika tahu bahwa teman-teman sangat tertarik pada isu pendanaan iklim, karena ternyata banyak yang belum memahami benar cara untuk mendapatkan pendanaan tersebut. Apalagi, isu pendanaan iklim memang kompleks,” kata Momo.
Isu ini berkaitan erat dengan masyarakat adat. Dana yang seharusnya mengalir untuk mendukung komunitas di garis depan justru sering berhenti di tingkat birokrasi atau organisasi besar.
Baca Juga:Rahasia Mebel Awet dari Bu Haji Furniture di Perumnas yang Bikin Warga Karawang PenasaranJadwal Big Match Persib Vs Borneo di Stadion GBLA, Selalu Punya Catatan Bagus di Kandang
Diskusi pun berkembang pada dua istilah penting: territorial autonomy (hak masyarakat adat untuk mengatur wilayahnya sendiri) dan historical reparation (kompensasi atas ketidakadilan sejarah yang mereka alami.)
“Ini istilah yang baru aku dengar. Territorial autonomy adalah tentang bagaimana masyarakat adat punya otonomi sendiri untuk mengurus dan mengelola wilayah adatnya.
Sedang historical reparation adalah tentang bagaimana mereka selama ini mengalami ketidakadilan secara historis dan mereka seharusnya mendapatkan kompensasi. Ini sesuatu yang penting untuk dibahas,” jelas Momo.