MUI Karawang Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Keliru Gambarkan Tradisi Pesantren

Ketua MUI Karawang, Tajudin Nur,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karawang menyoroti salah satu program televisi di Trans7 yang dinilai menampilkan kehidupan pesantren secara tidak proporsional
0 Komentar

KBEonline.id — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karawang menyoroti salah satu program televisi di Trans7 yang dinilai menampilkan kehidupan pesantren secara tidak proporsional. Tayangan tersebut dianggap menimbulkan kesalahpahaman publik mengenai hubungan antara santri dan kiai, khususnya terkait penghormatan yang dilakukan di lingkungan pesantren.

Ketua MUI Karawang, Tajudin Nur, menyampaikan bahwa sikap santri terhadap kiai yang ditampilkan dalam program tersebut seolah digambarkan sebagai bentuk pengkultusan. Padahal, kata dia, tindakan tersebut merupakan bagian dari adab dan akhlak mulia yang menjadi ciri khas pendidikan Islam di pesantren.

“MUI Kabupaten Karawang mengecam keras penayangan di Trans7 yang membahas pesantren, terutama terkait Pesantren Lirboyo. Tayangan itu tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Sebaiknya pahami dulu kehidupan pesantren sebelum memberikan penilaian,” tegas Tajudin pada Jumat (17/10/2025).

Baca Juga:DPRD Karawang Bakal Panggil RS Hastien Senin Depan Terkait Dugaan MalpraktikDugaan Malpraktik RS Hastien Diadukan ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, Ketua DPRD: Kita Panggil Pihak RS

Ia menjelaskan, sejumlah gestur santri seperti berjalan sambil menunduk atau duduk lebih rendah di hadapan kiai bukanlah perilaku berlebihan, melainkan bentuk penghormatan kepada guru. Dalam tradisi pesantren, hal tersebut mencerminkan ajaran dasar adab terhadap guru yang telah diwariskan turun-temurun.

“Santri berjalan merunduk atau ngesot bukan karena mengkultuskan kiai, tapi sebagai tanda hormat. Itu bagian dari akhlak dan tata krama dalam menuntut ilmu,” ujarnya.

Tajudin menambahkan, prinsip utama dalam pendidikan pesantren adalah mengedepankan adab sebelum ilmu. Nilai tersebut diyakini menjadi fondasi keberkahan dalam proses belajar-mengajar.

“Pesantren selalu menanamkan konsep al-adabu qabla al-‘ilm — adab sebelum ilmu. Kalau adab hilang, maka berkah ilmu pun akan hilang,” tutur Tajudin.

Menanggapi tudingan bahwa perilaku santri merupakan bentuk penyimpangan atau praktik tidak wajar, Tajudin menegaskan hal itu keliru. Menurutnya, sikap santri terhadap kiai justru merupakan bentuk tabarukan, yaitu mencari keberkahan ilmu dari guru atau ulama yang dihormati.

“Tidak ada penyimpangan di sana. Santri menghormati gurunya karena berharap mendapat keberkahan ilmu, bukan karena ritual tertentu yang menyimpang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tajudin mengimbau masyarakat agar tidak terburu-buru menilai kehidupan pesantren hanya dari potongan video atau narasi yang beredar di media sosial.

0 Komentar