Analisis topografi dasar laut bahkan memperlihatkan kontur menyerupai rangka kapal yang terkubur sebagian oleh pasir. Lokasi ini kemudian dikategorikan sebagai situs tinggalan bawah air oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), dan statusnya diakui pula oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Dyah Ayu Purwaningsih, membenarkan bahwa kawasan pesisir Tangkolak kini telah masuk dalam zona BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam).
“Memang dari dulu ini kawasan karang, karena sejak zaman Belanda dan perdagangan Tiongkok, banyak kapal yang melintas dan sebagian karam di sini,” ujarnya, Kamis (19/6/2025)
Baca Juga:MUI Karawang Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Keliru Gambarkan Tradisi PesantrenDPRD Karawang Bakal Panggil RS Hastien Senin Depan Terkait Dugaan Malpraktik
Menurutnya, pemerintah telah beberapa kali mendatangi lokasi tersebut bersama tim dari KKP, dan saat ini kawasan itu sudah dilindungi serta dilarang untuk aktivitas pemburuan harta karun. Benda- benda kapal karam yang berhasil diselamatkan pun kini tersimpan di museum milik KKP.
Rangkaian temuan itu seakan menjadi penanda bisu bahwa jalur laut utara Jawa, termasuk Karawang, bukan hanya lintasan perdagangan internasional, tetapi juga kuburan bagi kapal-kapal yang tak pernah sampai ke pelabuhan tujuan.
Sejarah maritim itu makin pekat jika disandingkan dengan catatan geologi. Pada tahun 1862, Karawang diguncang gempa besar yang meninggalkan kerusakan luas. Peristiwa itu kembali diingatkan oleh Direktur Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dr. Daryono, dalam unggahan resmi akun pribadi media sosialnya pada 24 Agustus 2025.
“Berdasarkan kajian BMKG, gempa ini diperkirakan memiliki magnitudo sekitar M5,8. Kejadian tersebut diduga kuat dipicu oleh aktivitas Sesar Baribis—kini dikenal sebagai Sesar Naik Busur Belakang Jawa Barat (West Java Arc Thrust),” tulis Daryono. Unggahan itu muncul setelah rangkaian gempa kembali terasa di Karawang beberapa hari sebelumnya.
Dengan demikian, lautan Karawang bukan sekadar ruang ekonomi bagi nelayan. Ia juga hamparan rapuh yang menyimpan pusara kapal dari jalur maut, jejak pelabuhan kuno, sekaligus panggung alam yang mudah berguncang. Ombak, arus, dan sesar bumi seakan bersekongkol menelan kapal, muatan, bahkan nyawa manusia. Tertinggal luka yang kini masih bisa disentuh lewat pecahan keramik, potongan kayu, dan bisik ombak yang terus berulang.