Namun, bagi warga Tangkolak, bahaya itu tak hanya lahir dari sejarah dan geologi. Ada lapisan lain yang tak kasatmata. Di sana, tepat di laut yang sama, terjaga keyakinan lama bahwa perairan Tangkolak adalah gerbang menuju kerajaan gaib. Sebuah gugusan karang yang menyerupai sosok anjing duduk dipercaya sebagai pintu, dan perlu dilintasi dengan penuh tata krama.
“Kalau melewati, kami selalu ucap sopan santun, memohon izin, karena kan kami numpang usaha,” ujar Nanang.
Kepercayaan ini masih hidup hingga hari ini. Setiap malam Jumat Kliwon, beberapa nelayan yang melaut akan menyimpan sesaji di sisi bagan yang menghadap darat. Dalam tuturan orang tua Nanang, tersimpan kisah tentang sosok penunggu bertubuh tinggi besar, menyerupai genderuwo, yang datang hanya untuk mencium aroma sesaji, tak pernah memakannya.
Baca Juga:MUI Karawang Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Keliru Gambarkan Tradisi PesantrenDPRD Karawang Bakal Panggil RS Hastien Senin Depan Terkait Dugaan Malpraktik
“Pernah ada yang hilang, sampai sekarang tak pernah ditemukan, sudah lebih dari dua puluh tahun,” kenangnya lirih. Perahunya masih ada, tapi orangnya lenyap. Dia terakhir terlihat ikut membantu nelayan memasang bagan, lalu lenyap.”
Kepercayaan mistis ini menautkan Tangkolak dengan lanskap budaya pesisir utara Jawa yang lebih luas. Di Pantai Slamaran, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, misalnya, sosok Dewi Lanjar dikenal sebagai penguasa laut utara, seorang putri bernama Rara Kuning yang, menurut legenda, ditugaskan Kanjeng Ratu Kidul untuk menjaga kawasan pesisir. Di Tangkolak, kisah tentang penunggu karang berbentuk anjing duduk seakan menjadi pantulan lokal dari imajinasi yang sama laut sebagai ranah gaib, dijaga penguasa tak kasatmata.
Tetapi, di luar kisah pusaka dan mitos, laut Tangkolak tetaplah ruang hidup. Bagi warga, ia adalah ladang nafkah, meski caranya sering melukai ekosistem. Ombak yang diyakini menyimpan roh penunggu, pada saat bersamaan juga membawa rezeki.
Mulanya, Nanang melanjutkan, kebiasaan itu sederhana saja. Patahan terumbu karang yang terdampar atau dicungkil dari dasar laut, berukuran tiga hingga sepuluh sentimeter, sering dibawa pulang untuk mempercantik rumah. Ada yang menanamnya di pekarangan, ada pula yang menggantungnya di dekat pintu sebagai hiasan. Karang putih yang keras itu dipercaya bukan hanya indah, tapi juga membawa kesan kuat dan sejuk, seperti laut yang mereka hadapi saban hari.