Bruckner menulis, lebih dari 800 spesies ikan karang dan ratusan jenis karang serta invertebrata diekspor setiap tahun untuk memenuhi pasar akuarium dunia. Sebagian besar ikan berasal dari terumbu karang Filipina dan Indonesia, yang disebutnya sebagai wilayah laut dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, sementara sebagian besar karang batu berasal dari Indonesia.
Ia juga menegaskan, Indonesia adalah pengekspor organisme terumbu karang terbesar di dunia. Ironisnya, di balik status itu, praktik penangkapan ikan dengan bahan peledak, sianida, hingga penambangan karang hanya menyisakan lima hingga tujuh persen terumbu karang Indonesia pada
tahun 1996 yang masih memiliki tutupan sangat baik. Ia bahkan mencatat, Indonesia mengekspor sekitar 900.000 karang batu setiap tahun ke pasar Amerika Serikat, dan berbagai negara lain.
Baca Juga:MUI Karawang Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Keliru Gambarkan Tradisi PesantrenDPRD Karawang Bakal Panggil RS Hastien Senin Depan Terkait Dugaan Malpraktik
Pasar globalnya sendiri bernilai sangat besar. Laporan lain yang dikutip Bruckner menyebutkan, pada akhir tahun 1990-an perdagangan karang hidup untuk akuarium mencapai lebih dari lima belas juta spesimen per tahun, dengan nilai ratusan juta dolar. Sekitar 90 persen pasokan dunia berasal dari Asia Tenggara, dan Indonesia menjadi pemasok utama.
Pengalaman Nanang ikut mengirim karang-karang Tangkolak yang diangkut ke Jakarta, bertaut langsung dengan pasar global yang menjadikan karang Indonesia sebagai komoditas utama. Dari patahan putih di pekarangan rumah nelayan, hingga karang-karang yang berjajar di akuarium Amerika, alur itu diam-diam menyambung. Cerita Nanang menjadi semacam gema kecil dari pusaran raksasa itu. Bagi nelayan, karang adalah batu laut yang bisa dijual cepat. Sementara bagi pasar global, ia adalah komoditas eksotis yang mempercantik akuarium. Namun, di balik kesibukan dan keuntungan itu, Nanang mulai menyadari dampak yang perlahan terasa.
“Kebanyakan orang enggak sadar,” ujarnya sambil menatap laut. “Kebanyakan nelayan mencari ikan di tepian, tapi tiap tahun hasil tangkapan mulai berkurang.”
Ia menyebutkan satu per satu jenis ikan, seakan mengingatkan pada keseimbangan yang hilang. Laut yang memberi kehidupan sekaligus penghidupan, perlahan menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
“Barramundi, ikan senangi, ikan barracuda, talang-talang, kue, ikan ekor kuning, badungan, kerapu, rajungan. Semua yang dulu mudah didapat kini mulai susah.”