Kuasa Hukum Pasien Duga RS Hastien Lakukan Kelalaian Pascaoperasi, Sebut Inilah Realita Nasib Pasien BPJS

Kuasa Hukum Pasien RS Hastien
Kuasa Hukum Pasien RS Hastien
0 Komentar

KBEonline.id– Dugaan kelalaian medis di Rumah Sakit Hastien, Rengasdengklok, kembali disorot. Kasus meninggalnya Mursiti (62), warga Desa Sumberurip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, diduga terjadi akibat kesalahan prosedur dan kurangnya edukasi pascaoperasi kepada keluarga pasien.

Kuasa hukum keluarga korban, Ari Priya Sudarma, menilai serangkaian peristiwa setelah tindakan operasi hingga pasien dipulangkan menunjukkan adanya indikasi kuat kelalaian medis bagi pasien BPJS.

“Dari proses pascaoperasi sampai korban dipulangkan ke rumah, di situlah kami melihat adanya miss yang kami anggap sebagai dugaan kelalaian. Edukasi kepada keluarga tidak disampaikan secara detail, bahkan tidak ada panduan tindak lanjut untuk perawatan di rumah,” tegas Ari.

Baca Juga:Atmosfer Panas, Prediksi Bocoran Taktik Hodak Membongkar Kekuatan Tim Legenda Malaysia Selangor FC di GBLASatpol PP Suka Bongkar Bangunan Liar dan Razia Tempat Hiburan Malam, Begini Penjelasan Lengkapnya!

Menurutnya, pasien BPJS tetap berhak atas pelayanan medis yang bermutu dan aman, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang standar pelayanan rumah sakit.

“Kalau bicara prosedur medis dan standar pelayanan, pasien pascaoperasi besar tidak seharusnya langsung dipulangkan. Apalagi jika masih berisiko tinggi. Dalam hal ini, kami melihat adanya kelalaian dalam penilaian kondisi pasien dan pengabaian terhadap hak-hak peserta BPJS,” ujarnya.

Ari juga menyoroti lemahnya komunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Menurutnya, keluarga tidak mendapatkan penjelasan yang memadai tentang kondisi korban maupun prosedur yang dijalani.

“Keluarga tidak diberi penjelasan yang detail soal tindakan medis yang dilakukan. Bahkan soal perawatan luka pun tidak dijelaskan secara detail,” jelasnya.

Ia menambahkan, keluarga tidak memiliki akses terhadap rekam medis korban, sehingga sulit memastikan apa yang sebenarnya terjadi di ruang operasi.

“Rekam medis itu sepenuhnya dikuasai pihak rumah sakit. Publik tidak bisa mengakses,,” katanya.

Selain persoalan medis, kuasa hukum juga menilai surat pernyataan yang disebut ditandatangani keluarga usai kejadian tidak memiliki kekuatan hukum.

Baca Juga:Siap Mendaki? Ini Daftar Gunung di Bogor dari yang Ringan Sampai Paling LegendarisUNJ Buka Kampus di Cikarang, Lokasinya Dekat AEON Mall Deltamas dan Lippo Cikarang Mall

“Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, surat pernyataan itu batal demi hukum karena keluarga tidak memahami isi yang ditandatangani. Ada dugaan keluarga hanya diminta tanda tangan tanpa dijelaskan maksudnya,” ujar Ari.

Ia menegaskan, tim hukum akan mengawal kasus ini hingga keluarga korban memperoleh keadilan.

0 Komentar