Thomsen membandingkan sampel kaca Wabar yang disimpan di Museum Geologi Kopenhagen dengan deskripsi Hajar Aswad. Hasilnya mencolok—kemiripan kuat di antara keduanya.
Usia material itu diperkirakan mencapai 6.400 tahun, dan kemungkinan besar dibawa ke Makkah oleh kafilah kuno dari Oman yang melintasi jalur dagang sekitar kawasan Wabar.
Dua Perspektif Saling Melengkapi
Dalam catatan klasik Islam, Hajar Aswad digambarkan sebagai batu terakhir yang diletakkan Nabi Ibrahim AS untuk menyempurnakan Ka’bah. Prof. Dr. Ali Husni Al-Kharbuthli dalam bukunya Sejarah Ka’bah menulis, batu itu diberikan oleh malaikat Jibril sebagai anugerah dari surga.
Baca Juga:Sedang LIVE Link Streaming Barcelona Vs Olympiacos di Liga ChampionMY BABY Kids Kidversity 2025, Ruang Eksplorasi untuk Anak Indonesia Menuju Generasi Hebat
Riwayat Imam Ath-Thabari juga mencatat, ketika Nabi Ismail AS mencari batu untuk Ka’bah, Nabi Ibrahim AS sudah meletakkan Hajar Aswad. Saat ditanya asalnya, beliau menjawab bahwa batu itu dibawa oleh Jibril dari langit.
Buku Tapak Sejarah Seputar Makkah-Madinah karya Muslim Nasution pun menyebut:
“Hajar Aswad bukanlah batu yang berasal dari bumi, melainkan batu suci yang diturunkan dari surga. Awalnya berwarna putih, lalu berubah menjadi hitam karena dosa manusia.”
Rasulullah SAW bersabda: “Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu, lalu menjadi hitam akibat dosa-dosa Bani Adam.” (HR Tirmidzi)
Temuan ilmiah yang mengaitkan Hajar Aswad dengan meteorit Wabar dianggap memberi penjelasan ilmiah tanpa mengurangi nilai spiritualnya. Kesamaan ciri fisik justru memperkuat pandangan bahwa batu ini memang bukan berasal dari bumi, melainkan benar-benar memiliki “jejak langit”.
Hajar Aswad merupakan batu hitam yang berasal dari surga dan terletak di sudut timur laut Ka’bah, tempat umat Islam memulai tawaf. Keistimewaannya tidak terlepas dari berbagai hadits yang menjelaskan makna dan keutamaan batu ini.
4 Hadits Tentang Hajar Aswad
1. Dicontohkan oleh Rasulullah untuk Dicium dan DiusapDalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Sayyidina Umar radhiyallahu anhu pernah berkata:
“Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu. Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apa pun. Andai saja aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.”