“Warga tidak bisa mendapatkan bantuan pembangunan karena fasos-fasum belum diserahkan. Padahal mereka tetap membayar pajak,” jelas Mumun.
Ia juga menyoroti kasus pengembang perumahan yang sulit ditemukan setelah proyek selesai. “Beberapa pengelola perumahan kabur atau tidak bisa dihubungi, sehingga warga bingung harus melapor ke siapa,” tambahnya.
Selain itu, ada pula warga yang menempati perumahan di lahan bekas sawah, namun di peta daerah tersebut masih tercatat sebagai lahan pertanian. “Warga mengatakan, di peta masih tertulis sawah padahal sudah jadi pemukiman. Tapi PBB-nya sudah diminta. Ini tentu membingungkan dan perlu ditertibkan,” kata Mumun.
Baca Juga:Komunitas “Teman Lari Kamu” Gaet 150 Peserta dalam Kolaborasi Perdana dengan MS GlowLebih Tulus dan Ceplas ceplos, Elektibilitas Purbaya Jauh di Atas Dedi Mulyadi
Dalam reses itu, warga juga mengeluhkan kenaikan harga-harga di pasar. Sebagian berpendapat bahwa kenaikan terjadi karena adanya sistem MBG (Market Based Goods), di mana barang-barang sudah dipesan terlebih dahulu oleh pihak tertentu. “Warga bilang harga naik karena stok barang sudah diambil lebih dulu. Tapi hal ini juga harus kita evaluasi bersama,” terang Mumun.
Beberapa warga juga menyampaikan usulan agar kenaikan insentif bagi RT dan amil dapat segera direalisasikan. “Warga berharap pemerintah daerah bisa meninjau kembali besaran honor untuk RT dan amil karena tugas mereka semakin berat dan tanggung jawabnya besar,” ucap Mumun.
Ia menegaskan bahwa seluruh aspirasi masyarakat akan dicatat dan dibawa sebagai bahan evaluasi bagi DPRD dan pemerintah daerah. “Semua masukan dari masyarakat ini akan kami jadikan dasar untuk memperjuangkan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat,” pungkasnya. (Siska)
