KBEONLINE.ID JAKARTA – Kebiasaan merokok di Indonesia masih sangat tinggi, terutama di kalangan pria. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, lebih dari 60 persen pria dewasa di Indonesia adalah perokok aktif. Kebiasaan ini tidak hanya soal kesenangan pribadi, tapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan ekonomi.
Salah satu alasan utama adalah budaya yang sudah mengakar. Merokok dianggap hal biasa dan bahkan menjadi bagian dari gaya hidup. Banyak orang mulai merokok sejak remaja karena meniru orang tua, teman, atau figur publik. Akibatnya, rokok bukan sekadar kebiasaan, tetapi menjadi simbol sosial.
Selain itu, faktor lingkungan dan sosial juga berperan. Di banyak tempat, rokok digunakan untuk mencairkan suasana, misalnya saat nongkrong bersama teman, minum kopi, atau bekerja. Memberikan rokok kepada orang lain sering dianggap sebagai tanda sopan santun, dan bagi sebagian orang, merokok menjadi simbol keakraban dan bahkan maskulinitas.
Baca Juga:Cara Hidup Tenang dan Bahagia di Tengah Kegaduhan Sosial Ekonomi dan Gonjang-ganjing Dunia, Baca Sampai TuntasPERSIB DAY: Bobol Gawang Selangor Jadi Ajang Pembuktian Uilliam Barros Bawa Pulang 3 Poin untuk Persib
Tidak hanya itu, efek psikologis dari nikotin membuat orang sulit lepas dari rokok. Nikotin memberikan sensasi rileks dan menenangkan sesaat, sehingga banyak perokok merasa lebih fokus atau tenang saat menghadapi stres. Namun, efek ini hanya sementara dan bisa menimbulkan ketergantungan yang kuat.
Harga rokok yang relatif murah juga membuat akses terhadap rokok sangat mudah. Dengan uang sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000, seseorang sudah bisa membeli satu bungkus rokok, sehingga tidak heran jika remaja dan pekerja muda mudah tergoda untuk merokok.
Selain faktor ekonomi, iklan dan citra rokok di media juga memengaruhi minat orang untuk merokok. Iklan rokok sering menampilkan citra maskulinitas, kesuksesan, dan kebebasan, yang membuat banyak orang, terutama generasi muda, menganggap merokok sebagai hal yang keren.
Kurangnya edukasi tentang bahaya rokok dan penegakan regulasi yang belum maksimal juga menjadi alasan kenapa kebiasaan ini sulit dihilangkan. Banyak orang yang belum memahami risiko jangka panjang seperti penyakit paru, jantung, dan kanker. Selain itu, kawasan bebas rokok dan larangan iklan rokok belum sepenuhnya diterapkan di seluruh wilayah.
