KBEonline.id- Bagi Yuli Rahmawati, pendidikan adalah pintu masa depan. Hidup dengan keterbatasan ekonomi tidak pernah membuatnya menyerah untuk menyekolahkan kedua anaknya hingga meraih gelar sarjana.
Dari sebuah warung kelontong sederhana di Kapuk Muara, Jakarta Utara, Yuli melangkah pelan tapi pasti: dengan tekad, kerja keras, serta dukungan komunitas Mitra Bukalapak.
Yuli memulai usaha warung kelontong pada 2006 dengan modal awal Rp 1 juta dan barang dagangan seadanya. Bertahun-tahun usaha itu berjalan naik-turun.
Baca Juga:APES, Nyuri Motor Tetangga Sekampung di Jayakerta, Aksi 2 Pemuda Ini Ketahuan, Digiring ke Polsek DengklokHAYO SIAPA PELAKUNYA? Teror Limbah Medis di TPS Liar di Jarakosta Cikarang Barat
Meski hasilnya belum besar, Yuli tetap bersyukur karena pendapatan tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak-anak.
Keinginan untuk mengembangkan usaha selalu ada, namun keterbatasan modal menjadi tantangan terbesar.
Perubahan mulai terjadi pada 2018, ketika Yuli memutuskan menjadi Mitra Bukalapak. Ia mulai menjual berbagai produk virtual seperti pulsa, paket data, token listrik, hingga pengiriman uang.
Warung Yuli menjadi berbeda dari warung lain di lingkungan sekitarnya, dan pelanggan pun semakin banyak.
Omzet meningkat, usaha kian stabil, dan peluang baru pun terbuka.
“Dari sini babak baru usaha saya dimulai. Warung jadi lebih ramai, dan hasilnya alhamdulillah jauh lebih baik,” kata Yuli.
Tidak hanya berjualan, Yuli juga aktif dalam komunitas Juwara Mitra Bukalapak. Ia rutin mengikuti pelatihan, berbagi pengalaman, dan bertukar pengetahuan dengan sesama pelaku usaha.
Bagi Yuli, komunitas ini bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga ruang untuk saling menguatkan, terutama bagi para perempuan yang menjalankan usaha keluarga.
Baca Juga:Bupati Aep Lantik 3 Pejabat: Jajang Jaenudin Kepala BKPSDM, Asep Suryana Kepala DLHK dan Iwan Kepala DPMPTSPJawa Barat Catat Penurunan Signifikan Stunting, Petugas di Tingkat Kecamatan Jadi Ujung Tombak
“Alhamdulillah, saya sudah bisa sampai di titik sekarang,” tutur Yuli.
“Awalnya saya hanya membuka warung kecil-kecilan. Dulu saya bekerja sebagai SPG di mal di Jakarta. Setelah menikah dan mengandung anak pertama pada tahun 2006, saya mulai berpikir: tidak mungkin saya tetap bekerja sebagai SPG kalau sudah punya anak. Tidak ada yang bisa membantu mengurus, sementara suami saya juga belum memiliki pekerjaan tetap. Jadi saya harus memikirkan bagaimana bisa tetap menjaga anak, tapi tetap berpenghasilan.”
Di tengah keterbatasan itu, Yuli memilih membuka usaha di rumah. Keputusan sederhana yang perlahan mengubah hidupnya.
