KBEONLINE.ID – Watu Gilang, sebuah batu sakral di Siti Hinggil Keraton Surakarta Hadiningrat, kembali menjadi sorotan saat prosesi Jumenengan PB XIV pada 15 November 2025.
Di atas batu ini, KGPAA Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram secara resmi membacakan Sabda Dalem sekaligus mengikrarkan sumpahnya sebagai Susuhunan PB XIV, menggantikan PB XIII.
Watu Gilang telah lama dianggap keramat oleh Keraton Solo. Menurut SuaraBaru.id, batu ini diyakini mengandung aura mistis, tempat abdi dalem secara turun temurun memberikan sesaji karena kepercayaannya terhadap kekuatan gaib Watu Gilang.
Baca Juga:Operasi Zebra 2025 Digelar 17–30 November: Polri Prioritaskan Keselamatan dan Tertib Jalan RayaCapCut Bisa Dapat Cuan? Begini 7 Cara Kreatif Menghasilkan Uang Lewat CapCut
Lokasi batu tersebut di Siti Hinggil sangat strategis dan menjadi titik sakral dalam prosesi adat Keraton. Pada saat jumenengan, pengageng dan abdi dalem ikut menyaksikan ritual tersebut sebagai simbol kesinambungan tradisi keraton.
Ikrar Sang Raja Baru di Atas Watu Gilang
Dalam momen sakral itu, PB XIV Purboyo mengucapkan sumpah historis:
“Ing Watu Gilang iki, Ingsun hanetepaké nggentèni kalenggahané Kanjeng Rama Sinuhun Pakoe Boewono XIII, minangka Sri Susuhunan ing Karaton Surakarta Hadiningrat (Di Batu Gilang ini, saya menetapkan/mengukuhkan diri menggantikan kedudukan Kanjeng Rama Sinuhun Pakubuwono XIII, sebagai Sri Susuhunan di Keraton Surakarta Hadiningrat),”
Setelah itu, ia melontarkan tiga janji penting: menjalankan pemerintahan berdasarkan agama Islam dan adat keraton, mendukung NKRI, serta menjaga warisan budaya Mataram yang luhur.
Meski sudah diresmikan, penobatan PB XIV tidak lepas dari dinamika internal. KGPH Benowo, salah satu anggota trah keraton, menegaskan bahwa sumpah raja harus diucapkan di atas Watu Gilang agar sah secara adat.
Benowo bahkan menantang siapa pun yang mengklaim takhta untuk berani mengikrarkan sumpahnya di batu itu. Menurutnya, jika dilakukan di tempat lain, maka legitimasi tradisional dapat dipertanyakan.
Bagi banyak orang, Watu Gilang lebih dari sekadar batu. Ia adalah simbol kelanggengan tradisi dan legitimasi kerajaan Mataram Islam. Prosesi sumpah di atas batu itu bukan hanya seremonial, tetapi sebuah peneguhan spiritual yang menghubungkan masa lalu dan masa depan Keraton Surakarta.
