DERITA TIADA AKHIR, Hidup di Bantaran Citarum: Antara Kecemasan Banjir dan Harapan yang Tak Kunjung Datang

Citarum
Kehidupan di pinggir Citarum
0 Komentar

KBEonline.id — Di bawah jembatan lama Sungai Citarum, kawasan RT 22 RW 08 Dusun Krajan, Telukjambe Timur, kehidupan warga akrab dengan deru air dan kecemasan musiman.

Cicih (64), satu dari puluhan warga yang bermukim di bantaran sungai, mengaku sudah beberapa hari terakhir merasakan kenaikan debit air akibat intensitas hujan.

“Sekarang mah nggak naik katanya, kan udah pake beko beberapa hari ini. Air naik terus apalagi musim hujan, tapi nggak pernah sampai ke dalam rumah,” ujarnya.

Baca Juga:DPRD Jabar Intensifkan Pengawasan Anggaran 2025 di Karawang, Fokus Dana Desa dan Wisata Pantai Tanjung BaruRekomendasi AC Sejuk Tahan Lama dan Anti Karat: MODENA untuk Penggunaan Jangka Panjang Lini Air Conditioner

Meski genangan belum memasuki rumah, kecemasan tetap mengintai. Cicih mengatakan tidak pernah ada imbauan dari BPBD setempat terkait potensi banjir maupun langkah antisipasi.

“Gada. Kalau air naik terus, gatau ngungsi ke mana ibu mah. Gimana anak aja” ungkapnya.

Minimnya informasi membuat warga hanya mengandalkan pengalaman dan insting saat menghadapi kenaikan air secara tiba-tiba.

Selain ancaman banjir, Cicih juga menghadapi persoalan lain saat musim hujan tiba. Kawasan lembap di bawah jembatan membuat ular kerap muncul.

“Aman sih kalau hujan, tapi suka ada uler-uler. Kadang masuk deket rumah,” ujarnya.

Bagi warga yang hidup bertahun-tahun di area rawan ini, kehadiran binatang liar hampir dianggap biasa, meski tetap menimbulkan ketakutan.

Cicih juga bercerita bahwa ia pernah didaftarkan untuk bantuan sosial. Namun, harapan itu pupus ketika ia mengetahui bahwa tahun kelahirannya di data petugas tercatat salah.

Baca Juga:Mengapa HP Samsung dan iPhone Masih Banyak Diminati? Padahal Harganya Tinggi Seperti Langit KetujuhKemenag Karawang Sambut Penerapan MOSS, Layanan Satu Pintu Berbasis Digital, H. Sopian: Permudah Layanan

“Tahun lahir ibu diubah lebih muda, jadi 1973. Padahal seharusnya 1962. Jadinya nggak dapet bantuan,” keluhnya.

Kesalahan administrasi itu membuatnya harus kembali bergantung pada kemampuan sendiri tanpa bantuan pemerintah.

Di titik lain Sungai Citarum, tepatnya di bawah jembatan Dusun Jatimulya 4 RT 02 RW 05, kondisi serupa juga dirasakan warga.

Sebanyak lima kepala keluarga bermukim di area yang tak jauh dari permukaan air. Mereka sudah terbiasa melihat banjir datang dan pergi, seolah menjadi bagian dari siklus hidup yang harus diterima.

Salah satu warga mengatakan bahwa banjir masih terjadi meski kini tidak sedalam tahun-tahun sebelumnya.

0 Komentar