Gapapa, Nak. Ayah Cuma Bersihkan Sampah

Gapapa, Nak. Ayah Cuma Bersihkan Sampah
gambar ilustrasi. Foto: Freepik - kbeonline.id
0 Komentar

“Gapapa. Biar tenang.”

“Merokok sajalah, duitmu kan banyak.”

Ayah menggeleng pelan. “Ketenangan dari rokok cuma sebentar. Kegelisahan dari sini… selamanya.”

Sopir tak berani bertanya lagi.

Mereka melaju dari perempatan ke perempatan, melewati jalanan yang terasa mengitari dunia. Akhirnya sampai di sebuah gedung kelabu. Di dalam, keran-keran memuntahkan air tanah mengisi galon-galon plastik buatan Cina. Pekerja berganti shift keluar, memakai jas hujan plastik menutup seluruh tubuh.

“Ayo cepat, hari hampir pagi!”

Ayah dan teman-temannya membuka karung demi karung. Melepaskan tulang dari kulit, memisahkan jeroan: mata, lidah, hidung—masing-masing masuk ember berbeda. Di dinding, poster-poster merah bertulisan besar menampar mata.

Baca Juga:Vivo X300 Pro Resmi Meluncur di Indonesia: Kamera Zeiss 200MP yang Bikin Foto Pro, Saingi iPhone 17Surge WiFi: Internet Rakyat 1 Rupiah per Hari Resmi Meluncur, Saingan Starlink Makin Panas

Satu per satu karung dikosongkan. Yang terakhir dibuka, teman Ayah buru-buru ke toilet—mungkin muntah. Ayah hanya diam mencuci tangan, lalu diantar pulang. Sopir berpesan, “Perkakas jangan ada yang dibawa pulang. Bahaya kalau ketahuan.”

Ayah mengangguk. Untuk apa membawa benda-benda itu ke rumah?

Ia turun dari truk, menarik resleting jaket hingga ke dagu, tangan kembali masuk saku. Lingkaran hitam di bawah matanya sudah permanen. Langit berubah dari hitam ke biru tua, lalu ungu derita. Fajar mulai berbisik, menyuruh manusia yang letih segera tidur—agar nanti bangun lagi, mengulang hal yang sama, yang tak pernah habis, takkan pernah mati.

Ayah masuk rumah. Meletakkan uang di meja. Menutup pintu kamar. Aku bertanya dari celah pintu, “Ayah kenapa, Yah?” “Gapapa,” jawabnya lirih. Lalu terdiam. Hanya dengkur pelan yang terdengar.

0 Komentar