Redenominasi Rupiah 1965: Saat Indonesia Potong Nol Demi Selamatkan Ekonomi dari Hiperinflasi

redenominasi rupiah 1965
Bukan sekadar coretan angka, redenominasi itu lahir dari krisis ekonomi parah di era Orde Lama, di mana harga beras melonjak hingga Rp 100.000 per kilogram. Foto: Intagram @gnfi - kbeonline.id
0 Komentar

KBEONLINE.ID – Di tengah wacana redenominasi rupiah yang kembali mengemuka belakangan ini, bayang-bayang masa lalu kembali menghantui: tahun 1965, saat Indonesia pertama kali ‘memangkas’ enam nol dari mata uang nasionalnya. Bukan sekadar coretan angka, redenominasi itu lahir dari krisis ekonomi parah di era Orde Lama, di mana harga beras melonjak hingga Rp 100.000 per kilogram.

bayangkan, gaji pegawai negeri waktu itu cuma Rp 500 sebulan. Postingan viral dari Good News From Indonesia (GNFI) di Instagram, yang diunggah awal November 2025, mengungkap fakta ini lewat infografis menarik, lengkap dengan timeline sejarah dan ilustrasi uang kuno, memicu ribuan like dan komentar: “Dulu begini, sekarang mau lagi? Jangan sampai gagal seperti 1965!”

Semua bermula dari hiperinflasi mengerikan pasca-kemerdekaan. Pada 1950-an hingga awal 1960-an, inflasi tahunan tembus 600 persen, dipicu perang kemerdekaan, nasionalisasi aset Belanda, dan kebijakan ekonomi yang kacau balau di bawah Presiden Soekarno. Rupiah anjlok nilainya; satu dolar AS yang dulu Rp 2 kini butuh Rp 10.000. “Ekonomi seperti roller coaster: naik-turun tak terkendali,” begitu caption postingan GNFI merangkum, sambil menampilkan grafik lonjakan harga yang mirip kurva EKG pasien kritis.

Baca Juga:Purwokerto vs Purwakarta: Nama Mirip, Cerita Beda—Dari Kebun Ratu Hingga Kerajaan PajajaranGapapa, Nak. Ayah Cuma Bersihkan Sampah

Pemerintah terpaksa bertindak: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1965 disahkan pada 30 Maret, mengubah 1 rupiah lama menjadi 1 sen (atau 1 rupiah baru = 1.000 rupiah lama), efektif 1 Januari 1966. Bukan pemotongan nol secara fisik seperti wacana 2024 yang cuma usul 4-5 nol, tapi restrukturisasi total yang menekan enam nol sekaligus untuk ‘reset’ nilai tukar.

Pelaksanaannya? Dramatis seperti film propaganda era itu. Bank Indonesia mencetak ulang uang dengan desain baru—dari potret Soekarno yang ikonik hingga motif budaya Jawa—sambil menarik miliaran lembar uang lama dari peredaran dalam waktu singkat. Warga panik: antrean panjang di bank, rumor mata uang tak berlaku lagi, bahkan demo kecil-kecilan di Jakarta. “Saya ingat bapak saya buru-buru tukar uang di pasar malam, takut nilainya lenyap,” cerita seorang netizen berusia 70-an di kolom komentar, yang langsung dapat ratusan empati.

Tapi, hasilnya? Campur aduk. Inflasi memang turun drastis menjadi ‘hanya’ 80 persen di 1966, membuka jalan bagi stabilisasi di era Soeharto. Namun, transisi berantakan: harga barang tak langsung ikut disesuaikan, banyak pedagang curang naikkan harga, dan kepercayaan publik goyah hingga bertahun-tahun.

0 Komentar