Komitmen Presiden Prabowo terkait pemanfaatan uang rampasan koruptor pertama kali mencuat ketika pemerintah menerima penyerahan uang senilai Rp 13 triliun dari kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO). Prabowo menyatakan bahwa dana triliunan rupiah tersebut dapat digunakan untuk mempercepat perbaikan ribuan fasilitas pendidikan. Dalam pernyataannya, ia menyebut angka perkiraan perbaikan lebih dari 8.000 sekolah jika dana tersebut digunakan secara optimal.
Selain pendidikan, pemerintah juga merencanakan pembangunan sedikitnya 1.100 desa nelayan dengan fasilitas modern. Dengan proyeksi anggaran Rp 22 miliar per desa, dana Rp 13 triliun tersebut memungkinkan pembangunan sekitar 600 desa nelayan. Pemerintah juga mempertimbangkan penggunaan sebagian dana itu untuk beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), sebagai investasi jangka panjang di bidang sumber daya manusia.
Rencana lain yang mencuri perhatian publik adalah penggunaan uang sitaan koruptor untuk membantu membayar utang proyek kereta cepat Whoosh. Prabowo menegaskan bahwa pemerintah memiliki sumber dana yang cukup jika proses pemulihan aset berjalan optimal dan tindakan korupsi dapat ditekan. Meski demikian, rencana teknis pembayaran utang Whoosh menggunakan dana tersebut masih dalam pembahasan internal pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah masih menyusun detail mekanisme pembayaran dan akan mengirim tim ke China untuk melanjutkan diskusi tentang skema pembiayaan proyek tersebut.
Baca Juga:Tiga Karakteristik Tidur Berkualitas: Bukan Hanya Lama Tidur, tetapi Bagaimana Tubuh Benar-Benar PulihSelamat! Penerima Beasiswa Karawang Cerdas 2025 Diumumkan Hari Ini, Jangan Sampai Terlewat Mengecek!
Gagasan pemanfaatan uang rampasan korupsi untuk kepentingan publik tidak hanya disambut oleh Kejaksaan Agung, melainkan juga mendapat dukungan penuh dari KPK. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa upaya penyitaan aset koruptor tidak hanya ditujukan untuk pembuktian hukum, tetapi juga bagian dari pemulihan kerugian negara. Ia menegaskan bahwa hanya aset yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah yang dapat dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas negara.
Dukungan serupa datang dari DPR. Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengatakan bahwa pemulihan aset harus menjadi standar dalam penanganan kasus korupsi. Menurutnya, publik membutuhkan bukti nyata bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan penuntutan dan vonis, tetapi juga pengembalian kerugian negara.
Dengan semua dukungan institusi hukum dan legislatif tersebut, wacana penggunaan uang rampasan koruptor kini tidak lagi sebatas slogan, tetapi menuju implementasi yang jelas dan terukur. Meski demikian, realisasinya tetap harus mengikuti tata kelola anggaran negara yang ketat dan transparan. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada perlakuan khusus bagi uang sitaan. Semua tetap tunduk pada mekanisme yang berlaku dalam APBN.
