KBEonline.id — Wakil Ketua KORPRI Kabupaten Karawang, Ridwan Salam, angkat bicara terkait memanasnya situasi dalam peringatan Hari KORPRI di Karawang pada Senin (1/12/2025).
Ratusan purna ASN sebelumnya melayangkan protes lantaran besaran uang kadeudeuh yang diterima tidak sesuai dengan ekspektasi. Ridwan menegaskan bahwa pengurus baru telah berupaya menjembatani persoalan ini dengan menjelaskan kondisi keuangan organisasi secara transparan.
Ridwan menyampaikan bahwa tuntutan purna ASN untuk tetap menerima kadeudeuh sebesar Rp14 juta per orang tidak sebanding dengan kemampuan kas yang tersedia.
Baca Juga:Jelang Akhir Tahun Harga-harga di Karawang Terkendali, Bahkan Tiga Komoditas Alami PenurunanBocah Ketiga Korban Tenggelam Kali Cikarang Baru Ditemukan, Tersangkut di Tumpukan Sampah
Ia memaparkan bahwa dana sebesar itu hanya cukup untuk sekitar 500 pensiunan, sementara jumlah purna ASN yang harus menerima kadeudeuh mencapai 1.191 orang dari periode 2016 hingga 2024.
“Kita harus memikirkan semuanya, bukan hanya sebagian,” ujarnya.
Lebih jauh, Ridwan menjelaskan bahwa pihaknya juga harus mempertimbangkan pensiunan tahun 2025 dan 2026 yang belum masuk dalam perhitungan 1.191 penerima. Kondisi ini membuat pengurus berhati-hati dalam mengambil keputusan agar tidak menimbulkan masalah baru dalam keberlanjutan pembayaran kadeudeuh di masa mendatang.
Dalam pertemuan dengan purna ASN sebelumnya, pengurus telah menyampaikan kondisi real keuangan, termasuk hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) yang telah berkoordinasi dengan pengurus lama serta Bank BJB. Data tersebut, kata Ridwan, merupakan data valid yang ditarik langsung oleh KAP, bukan disusun oleh pengurus baru.
“Kami ini pengurus baru, dan kami mencoba menyelesaikan masalah berdasarkan kondisi sebenarnya. Tapi tuntutan tetap di angka Rp14 juta, sedangkan kami tidak sanggup. Atas keterbatasan ini, kami mohon maaf,” ungkapnya.
Ridwan menambahkan, seluruh keputusan KORPRI berlandaskan musyawarah. Karena terjadi penolakan, maka pengurus akan kembali menggelar konsolidasi internal bersama kepala unit KORPRI di seluruh OPD untuk merumuskan langkah berikutnya. Ia memastikan bahwa proses ini dilakukan secara hati-hati dan melibatkan pertimbangan para ahli agar keputusan tidak gegabah.
Sebelumnya, sejumlah alternatif skema pembayaran sempat dibahas, namun belum ada yang disepakati. Ridwan menuturkan bahwa pengurus ingin segera menuntaskan persoalan ini, namun kondisi lapangan tidak memungkinkan penyelesaian cepat.
“Kalau tadi disepakati, sebenarnya kami siap jalankan. Tapi realitasnya tidak seperti itu,” katanya.
