“Harusnya masyarakat Karangligar juga dilatih seperti itu. Ketika banjir datang, mereka tidak hanya mengungsi, tapi tahu langkah-langkah tanggap bencana yang benar,” katanya.
Willi menilai bahwa selama ini pola penanganan bencana lebih sering berputar di antara fase tanggap dan pra-bencana, tanpa menyentuh mitigasi serta rekonstruksi yang menentukan keberlanjutan penanggulangan risiko.
“Kita itu muternya di tanggap–pra, tanggap–pra. Padahal dua siklus lainnya yang paling penting justru tidak berjalan,” ujarnya.
Baca Juga:BPBD Karawang: 3.988 Jiwa Terdampak Banjir dan Rob, 817 Rumah Terendam di Sejumlah KecamatanHitung-Hitungan Persib Bandung Kunci Juara Paruh Musim BRI Super League 2025/2026
Ia menegaskan, BPBD Karawang sebenarnya memiliki potensi besar karena unsur internalnya kini mulai menunjukkan kemauan untuk belajar dan berbenah.
“Saya lihat personelnya mau meningkat, ini hal positif. Tinggal komitmen dan keberlanjutan programnya,” kata Willi.
Sebagai penutup, Willi menyoroti masih kurangnya pelibatan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dalam penyusunan rencana dan kegiatan manajemen bencana.
“FPRB itu lembaga independen dan seharusnya dilibatkan. Kadang justru terlewat. Ini harus jadi catatan untuk bupati, karena FPRB dibentuk oleh Kalak dan Bappeda Karawang.
Kolaborasi itu penting supaya penanganan bencana lebih komprehensif,” pungkasnya. (Aufa)
