BEKASI, KBEonline.id – Ketiadaan payung hukum berupa Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Daerah (Perda) dinilai membuat perangkat desa di Kabupaten Bekasi berada dalam posisi rentan, terutama saat terjadi pergantian kepala desa. Kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak langsung pada stabilitas pemerintahan desa dan pelayanan publik kepada masyarakat.
Ketua Forum Perjuangan Perangkat Desa (FPPD) Kabupaten Bekasi, Lukman Kholid, menyampaikan kekecewaannya atas hasil pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang dinilai tidak menghasilkan keputusan konkret. Ia menilai tuntutan perangkat desa belum diakomodir secara substansial.
“Kami kecewa. Tidak ada tuntutan kami yang diakomodir, tidak ada hasil signifikan dari pertemuan hari ini,” ujar Lukman Kholid kepada Cikarang Ekspres, Senin (15/12).
Baca Juga:Membanggakan, Karawang Bawa Pulang 5 Medali Emas Babak Kualifikasi Porprov Jabar Cabor Sepatu RodaCara Mengecek Nama-nama Penerima BSU Guru Non ASN Kemenag 2025 Rp600 Ribu
Ia juga menyatakan bahwa minimnya kehadiran pejabat kunci dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, dari undangan yang mencakup Bupati, Sekretaris Daerah, Inspektorat, Kepala Bagian Hukum, yang hadir hanya perwakilan Asisten Daerah (Asda) I dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Dalam pertemuan itu, FPPD hanya menerima notulensi rapat, itupun setelah menanyakannya secara langsung. Sementara pemerintah daerah meminta agar FPPD tidak melanjutkan aksi.
“Tadi kami diminta untuk tidak aksi besok. Kami masih mempertimbangkan. Kalau kami diterima langsung oleh bupati dan sekda melalui undangan resmi, kami siap audiensi perwakilan dari 23 kecamatan. Kalau tidak, kami tetap akan turun,” tegasnya.
Menurut Lukman, hingga saat ini setidaknya 116 desa telah terdata siap terlibat dalam aksi lanjutan, dengan estimasi 800 hingga 900 perangkat desa. Sementara dalam pertemuan tersebut, hanya sekitar 15 desa yang hadir.
Lukman menegaskan bahwa tuntutan FPPD tidak berkaitan dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun P3K. Ia menekankan, perangkat desa hanya menuntut perlindungan hukum agar tidak mudah diberhentikan.
“Kami paham betul. Kami tidak menuntut PNS, tidak menuntut P3K. Kami hanya ingin Kabupaten Bekasi punya perlindungan hukum dalam bentuk Perbup atau Perda,” katanya.
Ia menjelaskan, Kabupaten Bekasi sebenarnya telah memiliki Perda Nomor 8 Tahun 2016 yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Jika perda tersebut diterapkan secara konsisten, menurutnya, tata kelola desa sudah mulai tertata sejak 2018.
