Kesalahan berpikir lain yang terus diulang adalah mitos bahwa kemiskinan bisa diatasi hanya dengan memangkas pengeluaran kecil. Kopi dijadikan kambing hitam, seolah menahan kenikmatan receh hari ini otomatis melahirkan kebebasan esok hari. Padahal akar persoalan banyak orang bukan di gaya hidup, melainkan di pendapatan yang tidak pernah tumbuh. Penghematan tanpa peningkatan kapasitas hanya membuat seseorang bertahan lebih lama di tempat yang sama, bukan bergerak naik. Disiplin penting, tapi tanpa leverage, disiplin berubah jadi penderitaan berkepanjangan.
Ilusi pendapatan pasif pun kerap disalahpahami. Ia digambarkan sebagai solusi universal, padahal pada kenyataannya pendapatan pasif adalah produk dari akumulasi panjang dan modal besar. Tanpa fondasi aset yang kuat, hasilnya akan selalu terbatas. Mengejar pendapatan pasif terlalu dini justru sering mengalihkan fokus dari hal yang lebih krusial: membangun kemampuan menghasilkan uang secara aktif. Tidak ada jalan pintas dari nol ke hidup santai tanpa melewati fase kerja keras yang panjang dan membosankan.
Pada akhirnya, kebebasan finansial bukan soal terlihat kaya, tapi soal tidak mudah runtuh. Ia bukan gaya hidup, melainkan posisi tawar. Bagi banyak orang, kebebasan mungkin tidak pernah berbentuk supercar atau vila mewah. Ia hadir dalam bentuk tidur nyenyak tanpa dikejar utang, makan tanpa rasa cemas, dan hidup tanpa kepanikan kronis. Itu tidak fotogenik, tapi nyata.
Baca Juga:Persib Bandung Makin Tak Terbendung, Ini Deretan Kehebatan Maung Bandung di Indonesia dan AsiaJangan Salah Beli, Ini Dia Oleh-Oleh Khas Garut yang Wajib Kamu Bawa Pulang
Di tengah banjir pameran kemewahan di media sosial, sikap paling waras adalah memegang dompet dengan erat dan pikiran dengan lebih kritis. Karena kebebasan sejati tidak pernah dijual dalam paket promosi, dan tidak pernah datang dari jalan pintas.
