KARAWANG- Sengketa lahan UPTD Dinas Pendidikan Lemahabang dengan warga pemilik sertifikat tak kunjung beres. Korcambidik Lemahabang Samson Kusuma Miharja kepada awak media mengklaim, telah dilakukan transaksi soal lahan dengan ahli waris.
Saat ini kata dia hana tnggal menunggu balik nama kepemilikan sertifikat lahan, dan sedang diurus aparatus kecamatan.
“Saya sudah baca berita sebelumnya salah jika terancam dibongkar karena kami telah melakukan transaksi dalam artian sudah melakukan pembayaran kepada pemiliik lahan ini. Ada pernyataannya di situ sudah jelas tidak akan ada tuntutan lagi jika kepengurusan balik nama,” ucapnya kepada awak media.
Samson juga menuturkan telah berkordinaasi perhial sengkarut status lahan ini keepada Dinas Pendidikan. Dan di saat yang sama, kata dia, camat saat ini tengah mengurus proses balik nama sertifikat ke BPN Karawang.
“Saya juga heran kok timbul permasalahan seperti ini,yang jelas saya masih simpan semua bukti pembelian dan pernyataan bahkan sudah dibuatkan oret-oretan dari yang bersangkutan (pemilik lahan, red),” imbuhnya.
Di tempat terpisah pemegang sertfikat sekaligus salah satu ahli waris lahan, Entang M.A Sonjaya kepada awak media menjelaskan sejarah atas lahan yang d jadikan kantor UPTD pendidikan dan SD Lemahabang 4 yang ia persoalkan ini.
Awalnya, kata dia, sekira tahun 1976 presiden saat itu mengeluarkan inpres bahwa di tiap-tiap desa agar ada sekolah dasar (SD).
“Di saat yang sama saat itu, lanjut Entang, waktu itu pemerintah mengelentorkan dana bangunannya saja, untuk pengadaan tanah nya di serah kan ke desa waktu itu tahun 1976 tapi untuk pelaksaan pembangunan sekolah,” terangnya
Selanjutnya, kata dia, pada tahun 1977 sampai dengan tahun1978, orang tua Entang yang kala itu bekerja menjadi apparatus desa setempat mendapat cerita dari kepala desa waktu itu, jika desa perlu menyediakan lahan untuk pembangunan sekolah.
Saat itu orang tua Entang, menawarkan tanah miliknya dan desa melali kepala desa bersepakat akan membaayarkannya setiap tahun (dicicil,red). Sekadar informasi, kepemilikan luasan lahan luasnya sekita 2200 meter.
Namun, seiring waktu berjalan dan pembangunan fisik sudah selesa, pembayaran lahan sekolah tak kunjung dibayarkan atau selesai.Saat itu, Entang menuturkan orang tuanya berniat menagih haknya. Namun belakangan kepala desa meninggal dunia.
Entang menuturkan, pihak dia pernah dimediasi oleh pemerintah kabupaten perihal sengketa lahan ini. “Saat itu pemerintah daerah memberi ganti kerugian itu juga sifatnya kebijakan,di situ pasaran tahah 250/m waktu tahun 1998, tahun 2004 pemda melalui dinas pendidikan memberikan kompensasi dalam bentuk kebijakan di kasih 50.000/meter (limapulun ribu permeter) waktu itu yang bayar kabag umum atau bagian umum difasilitasi wakil bupati. Makin ke sini ke sini bentuknya bukan jual beli bentuk hanya oret-oretan dan sifat nya kebijakan saja,” imbuhnya
“Sekarang saya mempunyai legalitas kepemilikan atas tanah tersebut yang sudah disahkan oleh BPN saya bayar pajak, ada surat dukungan dari kepala desa dan camat bahwa tanah atas nama Ateng bin Uki dengan SHM 264 masih sah milik saya makanya saya mau mengajukan somasi melaluai advokat Mahfud dan rekan ke pemerintah daerah karawang cq dinas pendidikan atas dugaan penyerobotan/penguasaan fisik bukan haknya dengan pasal 480 KUHP,” tegasnya. (red/mhs)