MASYARAKAT MASIH GERAM KERABAT BUPATI JADI PLT DIRUT RSUD
KARAWANG- Tokoh masyarakat Karawang, Nace Permana, berencana melapor ke Ombudsman terkait pengangkatan dr. Fitra Hergyana sebagai Pelaksana tugas Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang. Alasannya, jabatan yang diduduki dr Fitra saat ini terkait dengan pelayanan publik yang mestinya dikelola orang berpengalaman dan profesional dalam bidang manajerial. Sementara, dr Fitra belum pernah menjadi kepala seksi atau kepala bidang di OPD manapun. Bahkan Fitra baru diangkat menjadi PNS tahun 2020. “Terlepas dia kerabat dekat bupati atau bukan, RSUD harus dikelola oleh orang yang profesional. Sebab, RSUD merupakan pusat layanan orang sakit di Kabupaten Karawang. Tidak bisa diuji cobakan kepada orang yang masih mentah,” kata Nace. Dengan melapor ke Ombudsman, masalah pengangkatan dr Fitra nantinya menjadi terang benderang. Apakah keputusan Bupati Cellica Nurrachadiana mengangkat kerabatnya menjadi Plt Dirut itu benar atau tidak. Nace mengaku tidak ingin berpolemik di media sosial terkait hal itu. Sebab, medsos bukan tempat yang tepat untuk beradu argumentasi. “Dari segi kelayakan dan etikapun pengangkatan dr Fitra terkesan dipaksakan. Masih banyak kok dokter berpengalaman yang menyandang gelar Master Administrasi Rumah Sakit (Mars) di Karawang. Saya kira mereka lebih layak menduduki jabatan Dirut RSUD,” katanya. Sebelumnya, Jumat (6/6/2021) serah terima jabatan Plt Dirut RSUD Karawang dari dr Endang ke dr Fitra Hergyana tetap dilaksanakan meski terkesan kucing-kucingan karena hampir semua medsos milik Pemkab Karawang, termasuk Diskominfo Karawang tak mengunggah foto-foto prosesi sertijabnya. Di hari yang sama, pro-kontra disuarakan oleh banyak kalangan. Bahkan di waktu yang sama prosesi sertijab, ada kelompok masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi di DPRD Karawang menolak penunjukan Fitra sebagai Plt Dirut RSUD karena dianggap terlalu kental unsur ‘kerabatisme’ mengingat Fitra baru 1 tahun menjabat sebagai ASN. Satu dari sekian banyak pengeritik penunjukan Fitra, yakni pemerhati kebijakan publik, Pancajihadi Al-Panji mempertanyakan penunjukan Fitra apakah sudah sesuai dengan Surat Edaran Badan Kepegawain Negara (BKN) tentang Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas, dalam butir 13 huruf C yang menyebutka bahwa pejabat fungsional jenjang Ahli Madya dapat ditunjuk sebagai Plt pada jabatan pimpinan tinggi pratama. “Ini yang harus kita fahami. Dalam Surat Edaran BKN tersebut bahwa Surat Edaran (SE) dari Badan Kepegawaian Negara No. 1/SE/I/2021,” kata dia dalam siaran tertulisnya kepada KBE. Apalagi, sebagaiaman diketahui, kata Panji, kini telah terbit aturan baru yakni Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2019 Tentang Perangkat Daerah, yang salah satunya mengatur jika direktur rumah sakit tipe B adalah pejabat struktural eselon II B dan menurut Peraturan Bupati No 86 Tahun 2012 bahwa RSUD Kabupaten Karawang termasuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) kelas B. “Dan seperti kita ketahui jabatan dr. fitra bukan pejabat struktural melaunkan pejabat fungsional. Akan tetapi Karena penunjukan dr.fitra ini bukan sebagai direktur difinitif melainkan sebagai plt maka fungsional boleh menjabat plt jabatan struktural. Dalam hal ini dr. fitra boleh menjabat sebagai plt. Direktur RSUD. Tapi kemudian muncul berbagai pertanyaan apakah dr. fitra ini seorang pejabat fungsional pada jenjang Ahli Pertama, Ahli Muda, Ahli Madya atau Ahli Utama. Ini yang harus kita ketahui,” kata dia. Panji merasa sangsi atau ragu jika Fitra yang baru satu tahun menjadi PNS sudah memiliki jabatan fungsional ahli madya. Karena, kata Panji, untuk bisa naik jenjang ahli madya itu harus melewati jenjang ahli pertama dan ahli muda, yang secepat-cepatnya membutuhkan waktu 4 tahun untuk dapat jenjang ahli Madya. “Itu pun harus dengan memenuhi sarat lainnya seperti angka kredit kumulatif penilaian prestasi bernilai baik dan memenuhi hasil kerja minimal (HKM) pada setiap jenjang fungsional,” katanya. Panji juga mengingatkan, publik jangan mau tergiring dengan istilah sekadar Plt Direktur. Lantaran, kewenangan Plt Direktur dan Direktur defenitif, kata Panji tidaklah jauh berbeda. Hanya ada beberapa poin saja yang menjadi pembeda. “Cuma ada batasan larangan membuat keputusan dan atau bersifat strategis yang bertentangan dengan rencana pemerintah dan dilarang melakukan mutasi dan memberhentikan pegawai. Selebihnya direktur punya kuasa penuh sama dengan Direktur RSUD definitif seperti uruusan pengadaan alkes dan belanja obat atau proyek proyek RSUD lainya baik proyek yang didanai APBD Kabupaten dan provinsi atau APBN,” jelasnya. Ia juga menyesalkan sejauh ini tidak ada keterangan apa pun dari Pemkab Karawang menanggapi kritikan publik. Padahal, sekecil apa pun informasi yang nantinya disampaikan, adalah hal yang ditunggu masyarakat. “Kami juga merasa prihatin dengan para petinggi Karawang ketika ada permasalahan kontroversi seperti ini yang menjadi sorotan banyak pihak, para pejabatnya yang kompeten malah banyak menghindar bukannya mengadakan jumpa pers atau apalah namanya menjelaskan permasalahan ini,” katanya. Ia juga mengaku bakal mengirimkan laporan kepada KemenPAN-RB, KASN, BKN, dan Kemendagri mempertanyakan lebij jauh peristiwa pengangkatan Fitra. Lebih jauh Panji juga berharap berani menjadikan momentum ini seagai langkah menggunakan hak interpelasi. “Dan kami tantang juga pihak DPRD untuk menggunakan hak interpelasi memangil dan menyidang bupati untuk mempertangung jawabkan penunjukan Plt. Direktur RSUD Kabupaten Karawang,” tukasnya. (bbs/mhs)