KARAWANG- Dampak pandemi terhadap ekonomi masyarakat begitu terasa pada semua sektor. Antara lain, akibatnya berimbas juga terhadap eksistensi para pelaku usaha kecil (UMKM). Anggota DRPD Jabar dari Fraksi Gerindra Ihsanuddin meminta pemerintah harus lebih care dan memberikan porsi kebijakan penyelematan nasib UMKM lebh besar lagi. Agar para pelaku UMKM bisa tetap survive.
Ihsanudin menjelaskan, hasil survei UNDP tergambar bahwa UMKM mengalami kesulitan keuangan akibat terdampak pandemi covid-19.
“Ada tiga dampak utama yang dirasakan pelaku UMKM, yakni kesulitan untuk membayar utang, membayar biaya tetap seperti sewa tempat, dan yang terakhir kesulitan pembayaran gaji karyawan,” ungkapnya.
Kebanyakan pelaku UMKM, tambahnya, merasakan dampak yang negatif dari sisi omzet penjualan, laba, aset, dan juga penurunan jumlah karyawan. Penurunan jumlah karyawan ini terjadi untuk semua tipe jenis usaha kecuali kelompok mikro, sebab usaha mikro jumlah karyawannya tidak terlalu banyak.
“Selanjutnya, UMKM juga kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi. Dan merasakan adanya kenaikan dan harga harga bahan baku sehingga sulit mereka berproduksi. Lalu, sebagian besar permintaan produk UMKM juga sangat menurun akibat pandemi covid-19,” jelas anggota dewan dari Dapil Karawang-Purwakarta ini.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, Ihsanudiin menyarankan pelaku UMKM melakukan adaptasi dengan cara bertransformasi dari offline menjadi online.
“ Sehingga jumlah UMKM yang berpindah menjadi online meningkat, dari sebelumnya 28 persen menjadi 44 persen. Akan tetapi transisi ini belum setinggi yang kita harapkan karena mereka masih mengalami kendala juga untuk mengoperasikan online,” ucapnya.
Cara ini, sambung Ihsanuddin, akan meningkatkan kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah. “Tentunya kita harapkan juga akan mendorong usaha mikro bisa naik kelas ke segmen yang lebih besar lagi,” katanya.
Ihsan menambahkan, ada tiga faktor penting yang diperlukan untuk memberdayakan UMKM dan mendorong kebangkitan UMKM. Pertama adalah pembinaan karena pelaku UMKM, terutama pelaku usaha mikro dan ultra mikro, merupakan pelaku usaha baru.
Kedua, pembiayaan yang bisa menjangkau kelompok pelaku usaha UMKM dan ultra mikro yang unbankable. Ketiga, mendorong korporatisasi dan digitalisasi UMKM dan ultra mikro.