Di Rengasdengklok Bung Karno Bingung

Di Rengasdengklok Bung Karno Bingung
BERSEJARAH: Janto Djoewari menunjukkan foto pertemuan kakeknya dengan istri Bung Karno, Fatmawati di rumahnya .
0 Komentar

Sekali Lagi, Mengenang Peristiwa Jelang Proklamasi Kemerdekaan

17 Agustus 1945 adalah titik puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Detik-detik menjelang proklamasi dipenuhi drama menegangkan. Terutama kisah di Rengasdengklok hingga Jakarta.

REDAKSIKARAWANG

RUMAH berdinding kayu dengan jendela dan pintu berwarna hijau muda itu masih sangat terawat. Di rumah itulah Soekarno dan Hatta pernah disembunyikan dalam drama penculikan menjelang proklamasi kemerdekaan. Di ruang tamu tampak foto pemilik rumah Djiauw Kie Siong. Dia adalah petani yang merelakan rumahnya ditempati dua proklamator Indonesia. Keluarga Djiauw lantas mengungsi ke rumah salah satu anaknya yang bersebelahan. Di kiri-kanan ruang tamu terdapat kamar yang berhadap-hadapan. Sebelah kanan merupakan kamar Soekarno dan Fatmawati. Di dalam kamar Soekarno itu tampak sebuah ranjang besi gaya lama. Dengan kelambu putih yang menjaga dari gigitan nyamuk. ”Kamar ini tidak pernah diubah, masih sama seperti saat presiden pertama Indonesia tidur di kamar ini,” ujar Janto Djoewari, cucu Djiauw Kie Siong. Kamar Bung Hatta yang berhadapan dengan kamar Soekarno hampir sama. Ada kelambu putih di ranjang dan tirai putih di jendela. Terpampang pula berbagai foto Bung Hatta. ”Foto ini tambahan, diambil Kakek dari berbagai koran zaman dulu,” tuturnya. Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta menghabiskan waktu di rumah itu. Setelah sempat dibawa ke sebuah gubuk di tengah sawah. Di rumah yang kini beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1533, Rengasdengklok, Karawang itu, Soekarno sempat kebingungan dan terus bertanya kepada kurir berita yang hilir mudik menyampaikan kabar dari Jakarta. Dalam buku berjudul Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, ditulis bahwa Soekarno sempat bertanya kepada beberapa kurir soal pemberontakan yang disebutkan para pemuda. ”Bagaimana sudah pemberontakan dimulai? Setiap kali ditanya, kurir-kurir itu menggelengkan kepala,” ujar Soekarno dalam buku tersebut. Saat itu bulan puasa. Soekarno dan keluarga serta Hatta sedang berbuka puasa. Ketika itu, pasukan PETA ikut meminta makanan untuk berbuka puasa. ”Waktu itu perayaan Chit Gwee, ya menunya ikan bandeng karena ikan bandeng itu bagi orang Tionghoa berarti harapan,” ujarnya. Setelah berbuka puasa itulah, sekitar pukul 18.00, Ahmad Soebarjo datang menjemput Soekarno-Hatta. Setelah perdebatan yang cukup alot, dicapai kesepakatan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Hatta akhirnya dibawa ke Jakarta. Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta pukul 23.30. Setelah sempat singgah di rumah masing-masing, keduanya menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol. Yang kini menjadi museum Perumusan Naskah Proklamasi. Rumah Laksamana Tadashi Maeda di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa. Pasalnya, bangunan yang didirikan pada 1920-an itu merupakan tempat perumusan naskah teks proklamasi. Berdasar buku Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat oleh Cindy Adams, istana putih tersebut dipilih lantaran Laksamana Maeda menawarkannya kepada Soebardjo. Sebab, perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik itu menaruh simpati pada perjuangan Soekarno dan lainnya untuk memerdekakan bangsa ini. Pasca penculikan dari Rengasdengklok, tepatnya malam sebelum pembacaan teks proklamasi, Soekarno dibawa ke rumah Laksamana Maeda. Di sanalah tempat para golongan muda dan golongan tua bertemu. Membahas persoalan kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, terjadi selisih paham antara dua golongan tersebut. Menurut sejarawan J.J. Rizal, situasi perumusan teks proklamasi tetap tegang. Sebab, golongan pemuda menolak cara pelaksanaan proklamasi oleh Sukarno-Hatta melalui PPKI yang dianggap buatan Jepang. Namun, dalam waktu singkat pada malam itu juga ditemukan titik sepakat. Bahkan, akhirnya diterima usul agar proklamasi tidak ditandatangani oleh semua yang hadir sebagaimana usul Bung Hatta. Akan tetapi, cukup atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta. Ada rumor bahwa naskah proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno dibuang Sayuti Melik, lalu dipungut BM Diah. ”Itu tidak dibuang, tapi ditinggalkan di samping mesin tik yang digunakan Sayuti Melik mengetik. BM Diah menyelamatkannya dengan melipat rapi, lantas memasukkan ke sakunya,” tutur Rizal saat dihubungi melalui pesan singkat kemarin (16/8). Mungkin sebagian masyarakat belum tahu bahwa pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945 itu berlangsung pada bulan Ramadan 1364 Hijriah. Rizal menyatakan, berdasar pengetahuannya, Bung Hatta tetap berpuasa dan menyantap sahur di rumah Maeda. Di rumah itu juga ada Sukarni, Sayuti Melik, dan hampir semua anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam perumusan naskah tersebut, terjadi perdebatan yang sengit. Dalam buku Jejak Intel Jepang karya Wenri Wahar disebutkan, perdebatan terfokus pada dua kata ”pemindahan kekuasaan” dan ”penyerahan kedaulatan yang sah”. Akhirnya, dipilihlah pemindahan kekuasaan. Pertimbangannya, bila memilih kata ”penyerahan kedaulatan yang sah”, bisa jadi tentara Angkatan Darat Jepang yang dalam kondisi status quo lebih aktif dari yang seharusnya. Kata ”dengan cara saksama” digunakan untuk mengelabui seorang jenderal Jepang bernama Nishimura. Agar tidak ditafsirkan adanya keterlibatan pemuda yang sejak awal mengisyaratkan adanya pemberontakan. Lalu, kata ”dalam tempo sesingkat-singkatnya” diartikan sebelum pendaratan pasukan sekutu ke Indonesia. (red/jp)

0 Komentar