KARAWANG- Baliho capres para ketua parpol kian memadai sudut-sudut kosong di perkotaan hingga pelosok desa Kabupaten Karawang. Namun, niat toh-tohan memasang baliho itu nampaknya tak sebanding lurus dengan capaian elektabilitasnya. Survei terakhir, Ketua DPR RI Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menempati posisi paling buncit dengan urutan ke 10 pada tingkat elektablitas padahal baliho keduanya menjadi yang paling banyak menempel di baliho-baliho. Hal itu berdasarkan hasil survei Charta Politika dengan dua jenis terkait elektabilitas ini. Pertama berdasarkan 10 nama dan kedua berdasarkan 5 nama. Hasilnya dalam 10 nama, Anies berada diurutan kedua sedangkan Prabowo diurutan ketiga. Selisih elektabilitas mereka tipis yakni 0,3 persen. “Pada simulasi 10 nama, Ganjar Pranowo 20,6 persen mendapat elektabilitas tertinggi, diikuti berikutnya oleh Anies Baswedan 17,8 persen dan Prabowo Subianto 17,5 persen,” kata Direkrut Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, Kamis (12/8/2021). Sementara berdasarkan 5 nama, Anies tetap berada diurutan kedua dengan 19,8 persen dan Prabowo diurutan ketiga dengan 19,6 persen. Selisih elektabilitas mereka makin tipis yakni 0,2 persen. “Pada simulasi 5 nama, Ganjar Pranowo 23,3 persen mendapat elektabilitas tertinggi, diikuti berikutnya oleh Anies Baswedan 19,8 persen dan Prabowo Subianto 19,6 persen,” ucap Yunarto. Lebih lanjut, berdasarkan pilihan partai politik terhadap 10 nama, terungkap mayoritas pemilih PDIP paling banyak menjatuhkan pilihan kepada Ganjar Pranowo. Sedangkan pemilih Gerindra paling banyak memilih Prabowo Subianto. “Pemilih PKB terbelah memilih Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, sedangkan pemilih PKS paling banyak memilih Anies Baswedan,” tutur Yunarto. Survei ini dilakukan pada 12-20 Juli 2021 dengan wawancara tatap muka. Metode sampling menggunakan multistage random sampling. Jumlah sampel 1.200 dan margin of error sebesar 2,83 persen serta tingkat kepercayaan 95 persen. Puan Maharani dan Airlangga Hartarto juara pasang baliho, namun apa daya di survei ternyata di urutan terbawah. Di sisi lain, Koordinator Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kabupaten Karawang, Gustiawan, langkah yang dilakukan para tokoh politik kurang tepat. Pasalnya, dengan kondisi sosial, ekonomi masyarakat yang serba sulit karena pandemi, semestinya mereka lebih peka dengan menahan diri dan tidak memamerkan hasrat politik diri dan golongannya semata. “Selain menunjukkan ketidakpekaan sosial, mereka juga saya nilai salah langkah. Untuk apa mereka memasang baliho, videotron, reklame yang begitu besar, sementara tidak ada narasi positif yang disampaikan, untuk apa baliho itu? Walaupun Masyarakat faham bahwa mereka itu berhasrat untuk menjadi penguasa dalam hal ini Presiden/wakil Presiden,” katanya kepada awak media Kamis (12/8/2021). Gustiawan menegaskan, sebenarnya tidak harus repot mereka memasang baliho dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. semua tahu bahwa Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, dan lainnya adalah pejabat negara dengan semua kapasitasnya masing-masing. “Seharusnya mereka fokus saja bekerja tunjukkan prestasi dan kepeduliannya kepada rakyat dan bangsa maka dengan sendirinya rakyat yang akan meminta mereka untuk menjadi pemimpin, bukan sebaliknya,” tegasnya. Hal ini sebenarnya, sambungnya, menunjukkan bahwa mereka ini mengakui ketidakpopulerannya di tengah-tengah masyarakat, sehingga perlu booster (pendorong-red) untuk menaikkan popularitasnya, yang diharapkan akan berdampak pada elektabilitas. “Kita lihat saja, apa prestasi Puan sebagai Ketua DPR? Muhaimin sebagai anggota DPR dan juga Airlangga sebagai eksekutif. Sejauh ini masih jauh dari ekspektasi publik. Sehingga tidak sedikit nada miring dari rakyat ketika baliho mereka bertebaran, itu sebagai tanda bahwa rakyat kecewa dengan kinerja mereka,” ungkapnya. Gustiawan mengajak kepada seluruh elit untuk berempati dengan kondisi yang ada, tunda dulu hasrat politik yang menggebu-gebu itu, nanti ada saatnya karena Pilpres 2024 juga masih lama. Malulah dengan ormas atau NGO yang dengan segala daya upayanya membantu masyarakat yang sedang kesulitan. “Sementara elit politik yang digaji dengan keringat rakyat malah sibuk pencitraan, yang sebenarnya sangat tidak di butuhkan oleh rakyat. Hari ini rakyat butuh sandang pangan, butuh makan bukan butuh wajah para pemimpinnya,” tutupnya. (bbs/mhs)