Mahasiswa ‘Semprot’ Bupati-Sekda

0 Komentar

KARAWANG- Beberapa terakhir, aksi demontrasi mahasiswa makin sering terjadi di Karawang. Kendati datang dari berbagai elemen mahasiswa berbeda, namun tuntutan mereka nyaris sama—darimulai menyoal angka kemiskinan ekstrem, isu sektor pendidikan, hingga pemanfaat dana penanggulangan pandemi yang dinilai tidka transparan. Aditya Bayu, salah seorang penggerak aksi demo mahasiswa, kamis (28/10/2021) datang ke lokasi demonstasi di Kantor Bupati Karawang sambil menenteng kertas bertuliskan ‘bupati-sekda tidak mampu, mendingan out’. Saat ditemui KBE, Aditya menuturkan, ia menggerakan mahasiswa melalui forum mahasiswa pemantau kebijakan daerah dengan niatan mengingatkan, jika dalam beberapa waktu terakhir, pemkab Karawang dinilai telah gagal menjalankan dan memilih prioritas pembangunan. “Belakangan ini dua gedung sekolah di tempat berbeda roboh, sebelumnya dicap sebagai daerah prioritas pengentasan kemiskinan ekstrem oleh pemerintah pusat, lalu setelahnya di media diberitakan Karawang menjadi daerah dengan ekonomi paling terpuruk di Jabar, ini kan persoalan serius. Tapi sama sekali tidak ada sepatah ucapan pun dari bupati yang menunjukan political will dia beriniat membereskan personal-persoalan ini,” kata dia. Adit menuturkan, seharusnya bupati, peka saat ini Kabupaten Karawang jika diibaratkan orang yang sakit, seperti orang yang sedang radang, ada sedikit permasalahan pasti bakal jadi pusat sorotan publik. Ia menilai, hal itu terjadi lantaran manjemen permasalahan yang dijalnkan oleh pemerintah daerah dengan cara tak responsif menanggapi isu dan cenderung diam, tidaklah tepat. “Diam tidak menyelesaikan masalah. Harusnya tampil, dan jelaskan. Apa yang terjadi, kenapa terjadi, dan bagaiman langkan untuk membereskannya. Pola komunikasi public yang gagal ini, yang memicu kami mahasiswa menegur pemerintah daerah, khusunya bupati,” kata dia. Konsekuensinya, kata Adit, Pemkab Karawang jadi terkesan auto-pilot. OPD-OPD sebisnya meminimalisir problem yang disorot publik. Namun, kata dia, terkesan seperti tidak ada koordinasi yang baik antar OPD. “Sehingga aterkadang setiap OPD menanggapi isu yang sama dengan jawaban yang beda-beda. Contoh teranyat, silahkan saja buka soal data sekolah yang rusak, data di DPUR dan Disdik pada awalnya di media menyampaikan data yang berbeda. Baru belakang sama setelah ramai,” papar dia. Adit juga menyinggung perihal penggunaan dana penanggulanan pandemi, yang menurutnya sangat kurangtransparan. “Problemnya sudah telalu banyak. Kami menilai pemkab gagal. Dan yang paling bertanggung jawab menurut saya itu bupati dan sekda. Wabup juga, tapi tidak sebesar bupati dan sekda yang waktu kerjanya jauh lebih lama disbanding wabup,” kata dia. “Makanya ini saya bawa spanduk tuntutan, bupati-sekda mundur saja,” tukas dia. (wyd/mhs)

0 Komentar