OLEH: Feri Rizwan, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
PESTA demokrasi di Indonesia akan dihelat pada tanggal 14 Februari 2024 nanti. Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai sarana demokrasi mencari pemimpin yang diharapkan mampu mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Sekurang-kurangnya pemimpin yang terpilih nanti bisa menjadi pencerah bagi bangsa Indonesia. Dalam istilah lain, diibaratkan munculnya Renaissance sekitar Abad 15-16 M, yaitu tatkala kaum intelektual, politisi, dan para seniman di daratan Eropa serentak bertekad melakukan gerakan pembaharuan untuk kemerdekaan. Dengan begitu, harapan dan cita-cita bangsa Indonesia akan terwujud.
Pemimpin yang terpilih nanti dalam pelaksanaan pemerintahannya, harus memprioritaskan untuk menunaikan amanat konstitusi negara Indonesia diantaranya: pendidikan dan kesehatan (yang diamanatkan konstitusi di dalam Pasal 31 Ayat 1 dan 2; dan Pasal 28 H Ayat 1). Pertanyaan siapa yang sanggup?.
Baca Juga:PKM Unsika Gunakan Eco-Friendly Packaging “Honeycomb Paperwrap” pada Kemasan Produk Home Industry Opak di Desa PajatenSekda Karawang Kena Guna-guna? Ngaku Derita Penyakit Aneh, Dokter Pribadinya Sampai Bingung
Seharusnya dengan beraninya mencalonkan ataupun dicalonkan sebagai pemimpin bangsa Indonesia, tak ada alasan lagi untuk tidak menyanggupi amanat konstitusi negara Indonesia. Jika memang tak sanggup, sudah sepantasnya juga untuk mengurungkan niat menjadi seorang pemimpin.
Selain itu, di dalam konstitusi juga mengamanatkan bahwa memelihara fakir miskin adalah kewajiban negara. Oleh sebab itu, program prioritas bagi setiap calon pemimpin seharusnya menyangkut ihwal yang substansial dan konstitusional.
Jangan sampai mimpi pendidikan, kesehatan gratis maupun terpeliharanya fakir miskin belum terwujud hingga saat ini, karena pemerintah lebih senang membuang uang untuk perjalanan dinas dan seremonial semata-mata, dibanding mengongkosi rakyatnya sekolah dan kesehatan. (*)