Kortisol, yang dikenal sebagai hormon stres, cenderung meningkat dalam situasi-situasi yang menimbulkan tekanan. Penelitian tersebut menemukan bahwa remaja yang berlebihan menggunakan media sosial menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat kortisol dalam saliva.
Tingkat kortisol yang tinggi ini dapat menyebabkan gejala depresi meningkat. Oleh karena itu, hal ini menjelaskan secara ilmiah mengapa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berkontribusi pada terjadinya depresi. Mari lebih bijak dalam berinteraksi dengan media sosial!
Potensi Kecanduan
Berdasarkan penelitian Advances in Social Science, Education and Humanities Research, otak manusia dapat menunjukkan perilaku mirip dengan otak yang kecanduan ketika terpapar secara berlebihan oleh media sosial
Baca Juga:Fakta Menarik Tawon Dementor, Namanya Terinspirasi Penjaga Azkaban di Harry PotterFakta Unik Paus Beluga, Hewan Laut yang Ramah dengan Suara Merdu
Korteks anterior cingulate (CAC) memainkan peran penting dalam mengendalikan impuls dan mengelola perasaan kecanduan. Namun, ketika kita terlalu intensif menggunakan media sosial, korteks anterior cingulate (CAC) dapat mengalami kerusakan, mengurangi kemampuannya untuk melakukan inhibisi yang diperlukan guna mengontrol perilaku kecanduan. Hasilnya, semakin sulit bagi kita untuk menghentikan diri dari terus-menerus menggunakan media sosial.
Fenomena ini dapat menciptakan lingkaran setan yang berbahaya, di mana semakin kita terperangkap dalam penggunaan media sosial yang berlebihan, semakin terganggu fungsi otak normal kita. Akibatnya, ini dapat memicu perasaan depresi karena kita kehilangan kendali atas dampak sosial media yang kita terima.