KBEONLINE.ID– Indonesia adalah negara kepulauan, lokasi geografisnya tentu mendukung potensi sektor logistik di negara ini. Terlebih lagi, bisnis e-commerce dan marketplace yang membantu sektor ini kini semakin menjamur.
Banyak perusahaan logistik swasta yang menggunakan layanan gratis ongkos kirim (gratis ongkir) sebagai daya tarik di tengah pesatnya pertumbuhan industri e-commerce. Namun, PT Pos Indonesia (Persero), sebuah perusahaan logistik, masih ragu-ragu untuk mengadopsi metode dan mode layanan tersebut.
Menurut Direktur Operasi dan Digital Services Pos Indonesia Hariadi, perusahaan logistik dan pelaku bisnis lainnya biasanya membayar untuk layanan ongkos kirim gratis. Karena kesuksesan perusahaan di pasar terus berkembang, meskipun tidak ada hubungannya dengan layanan pengiriman gratis.
Baca Juga:Samsung Luncurkan Galaxy S24 FE di Indonesia: Ponsel Canggih dengan Harga Terjangkau!Waspadai! OJK Ingatkan Masyarakat Terhadap Maraknya Penipuan Berkedok Investasi
“Walaupun tidak mengikuti games seperti itu ya kami tetap tumbuh di marketplace, kami tetap growing,” ujarnya pada Rabu, (02/10), dalam acara Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas di Sarinah, Jakarta.
Menurutnya, kebijakan gratis ongkos kirim tersebut juga hanya bersifat sementara karena memiliki risiko terhadap kinerja keuangan perusahaan dan kurang menguntungkan bagi mereka. “Kita tahu sendirilah gimana startup tidak sustainable nggak jangka panjang, apakah praktik seperti itu bisa dilakukan terus-terusan,” katanya.
Ia mengatakan bahwa Pos Indonesia mengirimkan antara 300.000 hingga 400.000 paket per hari. Pangsa pasar Pos Indonesia untuk jasa pengiriman barang ini diperkirakan antara 3,5 hingga 4%. Keputusan PT Pos untuk tidak masuk ke dalam ekosistem ini didasari oleh keberlangsungan perusahaan.
“Kita sudah tahu kan beberapa kurir kan juga sudah mulai kolaps kan. lihat lah di media. Yang dulunya menjadi anchor-nya sebuah ekosistem marketplace, kan tiba-tiba mundur,” katanya.