KBEONLINE.ID– Pada hari Kamis, (03/10), rupiah diperkirakan akan bergerak tidak stabil terhadap dolar AS untuk mengantisipasi publikasi data ketenagakerjaan AS.
Dilansir dari Refintiiv, rupiah telah turun 0,95% atau lebih, membuat 145 perak lebih mahal. Pada pukul 12.15 WIB, rupiah diperdagangkan di level Rp15.405/US$.
Pelemahan yang terjadi hari ini adalah yang terburuk dalam minggu ini, jika berlanjut hingga akhir sesi, nilai rupiah akan menurun selama empat hari berturut-turut.
Baca Juga:China Desak Negara Adidaya Hentikan Memanasnya Konflik di Timur TengahDi Tengah Tren Free Ongkir, PT Pos Indonesia Tegas Tolak Ikuti Jejak Perusahaan Logistik Lain!
Pekan ini, badai rupiah masih terus berlanjut karena mata uang AS semakin tertekan. Pada waktu yang sama di hari ini, Indeks Dolar AS (DXY) naik 0,14% ke 101,81. Ini membangun kekuatannya dalam seminggu sekitar 1,5%.
Di tengah-tengah memburuknya suasana di pasar dunia akibat situasi Timur Tengah yang semakin memanas, nilai rupiah juga anjlok. Ketika Iran menyerang Israel, tingkat ketidakpastian kembali meningkat. Ketika terjadi konflik bersenjata, pasar akan bergejolak, dan investor akan tertarik pada aset-aset yang lebih aman (safe haven) daripada aset-aset yang lebih berisiko seperti saham.
Hanya beberapa jam setelah pejabat Gedung Putih memperingatkan bahwa Teheran “segera” merencanakan serangan, Iran meluncurkan serangan rudal besar-besaran ke Israel.
Selain itu, tantangan masih belum terselesaikan karena investor pasar menunggu data penting dari Amerika Serikat pada hari Kamis, (03/09), khususnya yang berkaitan dengan kepastian pasar tenaga kerja.
Menurut estimasi Trading Economics, klaim pengangguran kemungkinan akan naik menjadi 220.000, naik dari 218.000 pada minggu sebelumnya.
Kemudian, besok (04/100), kita akan melihat statistik penggajian di sektor pertanian AS. Konsensus berada di 142 ribu, mengindikasikan kemungkinan perlambatan di pasar kerja. Tingkat pengangguran, yang diperkirakan akan stabil di 4,2%, serta pertumbuhan upah per jam yang lebih lambat, akan menentukan apakah Federal Reserve akan melonggarkan kebijakan moneter pada pertemuan berikutnya.