KBEonline.id – Tim Hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Karawang, Aep-Maslani, melalui Fachry Suari Pamungkas, mengecam keras tindakan pencatutan foto Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang ditemukan pada Alat Peraga Kampanye (APK) pasangan Acep-Gina. Fachry menyatakan bahwa tindakan tersebut merusak nilai demokrasi di Kabupaten Karawang, Selasa (22/10).
“Kami melihat banyak APK yang sangat tidak pantas karena memuat foto Presiden. Tindakan ini jelas tidak menghargai kehormatan Presiden Republik Indonesia dan dapat menurunkan integritas demokrasi. Tidak ada alasan yang jelas mengapa pasangan calon Acep-Gina melakukan ini, namun hal tersebut adalah sesuatu yang tidak pantas,” ujar Fachry dalam pernyataannya.
Fachry juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia, termasuk warga Karawang, tidak menginginkan adanya penyalahgunaan gambar Presiden untuk kepentingan politik pasangan calon tertentu.
Baca Juga:Ahmad Syaikhu Optimis Raih 50 Persen Lebih Suara di Garut Ahmad Syaikhu Targetkan Buka 3 Juta Lapangan Kerja di Garut
“Hampir semua APK paslon Acep-Gina di wilayah Karawang memuat foto Presiden, dan kami melihat ini sebagai tindakan yang tidak menghormati posisi dan martabat Presiden.”
Tim Hukum Aep-Maslani mengacu pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2020, yang mengatur secara tegas tentang pemilihan kepala daerah, termasuk larangan mencatut gambar pejabat negara seperti Presiden tanpa izin. Fachry juga menduga Presiden Prabowo Subianto tidak pernah memberikan izin kepada pasangan Acep-Gina untuk menggunakan fotonya dalam kampanye mereka.
Sebagai langkah lanjut, Tim Hukum Aep-Maslani berencana melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Karawang agar tindakan tegas segera diambil terhadap pasangan calon Acep-Gina dan materi kampanye yang melanggar aturan.
“Kami berharap ke depan tidak ada lagi pasangan calon yang mencatut gambar Presiden demi kepentingan politiknya,” tegas Fachry.
Pencatutan gambar Presiden pada alat peraga kampanye dianggap mencederai proses demokrasi yang seharusnya berlangsung adil dan jujur, serta berpotensi menyesatkan publik.