Joko Suranto, ketua DPP Realestat Indonesia (REI), sebelumnya mengungkapkan bahwa program tahunan 3 juta rumah dari pemerintah menyebabkan banyak orang menunda untuk membeli properti. Menurut para pembuat program ini, program ini memberi mereka harapan untuk mendapatkan rumah gratis. Banyak calon konsumen yang akhirnya memutuskan untuk tidak melakukan transaksi.
“Pengembang bingung dengan rumah gratis tersebut. Setelah adanya obrolan rumah gratis, banyak calon konsumen yang membatalkan pemesanan. Dari 10 pemesanan, 1-3 dibatalkan,” katanya.
Tanda uang sebenarnya menandakan dimulainya kepemilikan rumah oleh masyarakat. Industri properti bisa jadi akan semakin tertahan jika pola ini semakin meluas di lingkungan tersebut.
Baca Juga:Mulai Desember 2024, Pertamina Resmi Naikkan Harga BBM Non-Subsidi: Siap-Siap Rogoh Kocek Lebih Dalam!Wow, Jalan Tol Baru Ini Pangkas Waktu Tempuh Bogor-Bandung Secara Drastis!
“Kami para pengembang akan terpencar begitu sektor real estate menerima hunian gratis ini. Orang tidak akan membeli (atau menunda membeli) karena mendengar ada rumah gratis, dan ini sangat berdampak,” tambah Joko.
Program 3 juta rumah, yang banyak disebut “gratis”, memiliki pengaruh merugikan yang tak terduga terhadap bisnis real estat. Harapan konsumen untuk mendapatkan rumah dengan biaya uang muka yang minimal menyebabkan banyak orang membatalkan janji atau menunda pembelian, sehingga mengurangi penjualan dan penyerapan pasar.
Meskipun tujuannya adalah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah, interpretasi bahwa rumah tersebut benar-benar “gratis” menimbulkan ketidakpastian yang merugikan para pengembang, terutama yang mengkhususkan diri pada pembangunan rumah bersubsidi. Selain itu, kemungkinan kenaikan PPN dan meroketnya harga rumah dapat semakin menekan pasar, sehingga membahayakan stabilitas sektor properti.