KBEONLINE.ID– Suasana perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan negara-negara lain menyebabkan Rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS.
Melansir Refinitiv, pada hari Senin, (10/02), rupiah ditutup di level Rp16.340/US$, melemah 0,43%. Rupiah tidak pernah terlihat berada di zona penguatan sepanjang hari.
Sementara Indeks Dolar AS (DXY) pada pukul 13:57 WIB naik 0,23% ke level 108,29. Jika dibandingkan dengan posisi kemarin, (07/02), yang berada di level 108,04, angka ini lebih tinggi. Meski ada nuansa perang dagang AS dengan negara lain, Rupiah tetap melemah hingga penutupan pasar hari ini.
Baca Juga:Penipuan DANA Kaget Marak di Media Sosial! Jangan Klik Sembarang TautanPolri Ubah Sistem Rekrutmen! Tes Baru Dijamin Lebih Ketat dan Transparan
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, pada hari Minggu menyatakan bahwa ia akan mengumumkan tarif baru sebesar 25% pada hari Senin, (10/02). Ini merupakan perubahan signifikan terhadap kebijakan “bea masuk logam” Negeri Paman Sam yang berlaku untuk semua impor baja dan aluminium.
Kebijakan tarif yang diusulkan oleh Trump berisiko memperburuk konflik perdagangan global dan memperburuk ketidakstabilan ekonomi. Dengan AS mengintensifkan kebijakan tarifnya, pasar akan lebih condong ke dolar AS sebagai aset yang lebih aman, sehingga memaksa rupiah untuk jatuh.
Situasi ini akan menyulitkan Indonesia dalam menghadapi inflasi karena harga komoditas impor menjadi lebih mahal. Lebih jauh lagi, kebijakan ini berpotensi mengganggu aliran investasi asing ke Indonesia, yang secara tradisional bergantung pada stabilitas mata uang.
Dalam perjalanannya menuju NFL Super Bowl di New Orleans, Trump mengatakan kepada para wartawan di Air Force One bahwa ia akan mengumumkan tarif pembalasan pada hari Selasa atau Rabu, yang akan segera berlaku. Ia menyatakan bahwa semua negara akan terpengaruh oleh penyetaraan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara lain.
“Dan secara sederhana, jika mereka menagih kami, kami akan menagih mereka,” kata Trump mengenai Rencana Tarif Resiprokal.
Jika hal ini benar-benar terjadi, DXY mungkin akan cenderung berada di level yang cukup tinggi dan mempengaruhi rupiah, yang selalu berada di bawah tekanan.
Tekanan terhadap rupiah juga dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada barang-barang impor. Jika perang dagang terus berlanjut, Indonesia harus membuat rencana kontinjensi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan menjaga stabilitas ekonomi.